مَنْ يُرِدَ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّـهْهُ فِيْ الدِّيْنِ

“ barang siapa dikehendaki Allah memiliki kebaikan, ia akan dijadikan mengerti/memahami (ajaran) agama “ .

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya(Q.S. al-Hijr: 9).

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. ( Q.S. Ar-Ra’du : 28 ).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42) هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا (43)

41. Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. 42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. 43. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (Q.S. Al-Ahzab 41-43).

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran 191).

Senin, 06 November 2023

Nasehat Gus Dur


Jika Allah memudahkan bagimu mengerjakan shalat malam, maka janganlah memandang rendah orang-orang yang tidur.

.

Jika Allah memberi kekuatan kepadamu untuk berpuasa, maka janganlah memandang rendah orang-orang yang tidak berpuasa dengan tatapan menghinakan.

.

Jika Allah memudahkan bagimu untuk berjihad, maka janganlah kamu memandang rendah orang-orang yang tidak berjihad dengan pandangan meremehkan.

.

Jika Allah memudahkan dirimu dalam mengais rizqi, maka jangan memandang rendah orang-orang yang berhutang dan kurang rejekinya dengan pandangan yang mengejek dan mencela, karena harta benda adalah titipan Allah yang suatu saat akan dipertanggungjawabkan.

.

Jika Allah memudahkan pemahaman agama bagimu, maka janganlah meremehkan orang-orang yang belum faham dengan pandangan hina.

.

Jika Allah memudahkan ilmu bagimu, maka janganlah kamu sombong dan bangga diri, karena Allah lah yang memberimu kemudahan itu.

.

Boleh jadi orang yang kelihatannya tidak mengerjakan qiyamul-Lail, tidak berpuasa, tidak berjihad, tidak kaya, tidak pandai dan tidak 'alim, ternyata mereka lebih dekat dengan Allah dari pada dirimu.

.


Minggu, 11 Juni 2023

Al Mar'ah (Wanita)

 


عندما تكون إبنة .. تفتح باب من الجنة لـ أبيها 

Ketika masih anak-anak, ia membuka pintu surga bagi orang tuanya


عندما تكون زوجة .. تكمل نصف الدين لـ زوجها

Ketika menjadi istri, ia menyempurnakan setengah dari agama suaminya


عندما تكون أم .. تكون الجنة تحت قدمها  

Ketika menjadi ibu, surga di bawah telapak kakinya


لو عرف كل شخص مكانة المرأة في الاسلام 

Jika semua orang tahu kedudukan wanita yg sesungguhnya dalam Islam,


صار يتنافس علي رعايتها

Niscaya mereka pasti akan bersaing untuk menjaga / merawat wanita.




Senin, 22 Mei 2023

KISAH DUA ULAMA REMBANG, KH. BAIDLOWI LASEM DAN KH. IMAM KHOLIL SARANG


 

KH. BAIDLOWI LASEM

Tak banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui tentang kiprah ulama-ulama Nusantara di Mekkah atau Haramain. Padahal begitu banyak ulama Nusantara yang mendunia karena keluasan ilmunya, bahkan menjadi guru utama di Masjidil Haram. Salah satu di antara ulama-ulama itu adalah Kiai Baidlowi Lasem. Beliau dijuluki Alamu al-Makkiyin, ulama besar Tanah Haramain.

Kiai Baidlowi lahir di Lasem, Rembang Jawa Tengah pada 12 Syawwal 1297 Hijriyah atau 17 September 1880 Masehi. Darah genetiknya masih bersambung dengan Mbah Syambu Lasem (Pangeran Sambo). Nasab beliau yakni Kiai Baidlowi bin Kiai Abdul Aziz bin Kiai Baidlowi Awal bin Kiai Abdul Latif bin Kiai Abdul Bar bin Kiai Abdul Halim bin Pangeran Sambo (Mbah Syambu) bin Pangeran Benowo bin Sayyid Abdurrahman/Joko Tingkir (Sultan Hadiwijaya). Dari nasab ini berarti Kiai Baidlowi masih mempunyai hubungan darah dengan Rasulullah Saw. Sebab, Mbah Syambu adalah seorang Sayyid (keturunan Rasulullah) yang bermarga Azmatkhan.

Daerah Lasem, tempat kelahiran Kiai Baidlowi sejak dulu dikenal sebagai tempat penyebaran agama Islam. Karena itu Lasem sampai saat ini dianggap sebagai salah satu kota santri. Konon, kiai-kiai besar di Tanah Jawa adalah keturunan dari kiai asal Lasem. Mereka tersebar ke berbagai daerah seperti Jombang, Pati, Langitan Tuban, Semarang, Jember, dan lain-lain. Sang ayah, Kiai Abdul Aziz adalah tokoh terkemuka di daerah Lasem, seorang mursyid Thoriqoh Sathoriyyah dan menguasai ilmu Syari'at dan Hakikat, kepadanya lah Kiai Badilowi belajar dasar-dasar ilmu keIslaman.

Semenjak sang ayah meninggal dunia ketika usia Kiai Baidlowi masih tergolong remaja, ia memutuskan melakukan pengembaraan ilmu ke berbagai pesantren di Nusantara. Beliau belajar kepada Kiai Umar bin Harun Sarang, Kiai Idris Jamsaren Solo, dan Kiai Hasyim Padangan Bojonegoro. Setelah belajar ke banyak pesantren, Kiai Baidlowi melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Haramain. Di Mekkah, beliau berguru kepada ulama-ulama besar Haramain, selain itu beliau juga berguru kepada ulama Nusantara seperti Syech Mahfudz at-Tremasi, Syech Umar Syatha, Syech Ahmad Khatib al-Minangkabawi dan lain-lain.

Sejak di Haramain, Kiai Baidlowi Sudah dikenal kealimannya. Karena itu, ia dengan cepat diangkat sebagai ulama yang berwenang untuk mengajar di Masjidil Haram. Salah satu santri didikannya adalah Syech Yasin bin Isa al-Fadani. Bahkan karena kiprahnya yang menonjol di Tanah Haramain beliau masuk dalam kitab ‘Alamul al-Makkiyin karya Syech Abdullah Abdurrahman, sebuah kitab yang menghimpun ulama-ulama besar Makkah.

Namun demikian, sejak konflik Turki Utsmani-Arab terjadi berkepanjangan di Haramain, Kiai Baidlowi harus kembali ke Tanah Air. Kedatangannya disambut gembira oleh ulama dan masyarakat. Ia menjadi harapan perjuangan dakwah Islam, terutama melalui pondok pesantren al-Wahdah Lasem. Sejak kedatangannya, banyak santri berdatangan menimba ilmu di pesantren al-Wahdah. Sosoknya yang alim menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.

Di antara santri-santrinya yang menjadi ulama besar adalah Kiai Chudlori Tegalrejo Magelang, Kiai Maimoen Zubair Sarang, Kiai Asrori Magelang, Kiai Sahlan Temanggung, Kiai Dahlan, Kiai Hafidz Rembang, Kiai Hasyim Purworejo, Kiai Wahib Wahab Tambak Beras Jombang, dan Kiai Dimyathi Banten (Abuya Dimyathi Cidahu).

Selain kiprahnya dalam dakwah Islam, Kiai Baidlowi juga berperan dalam kemelut kenegaraan dan kebangsaan. Bahkan beliau adalah sosok yang pertama kali melegitimasi kepemimpinan Bung Karno. Ketika Bung Karno ditetapkan sebagai presiden pertama Republik Indonesia, sebagian kelompok Islam tidak setuju. Tarik ulur silih berganti antar sesama ulama mengenai hujjah atas status Bung Karno.

Setelah perdebatan tak menemukan titik temu alias deadlock, Kiai Abdul Wahab Chasbullah meminta saran Kiai Baidlowi. Di hadapan para ulama, Kiai Baidlowi mengatakan, “Soekarno Huwal Waliyyul Amri Al-Dioruri Bisy Syaukah (Soekarno, dia adalah Presiden RI yang sah karena darurat). Dari legitimasi hukum yang keluar dari pernyataan Kiai Baidlowi, ulama-ulama besar seperti Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Abdul Wahab Chasbullah, Kiai Bisri Syansuri, Kiai Ma'shum Lasem dan sederetan kia-kiai NU akhirnya sepakat dengan pendapat Kiai Baidlowi.

KH. IMAM KHOLIL SARANG

Beliau lahir di sarang pada 1317 Hijriyah, atau bertepatan tahun 1900 Masehi. Beliau putra ke-4 (bungsu) dari pasangan Kiai Syu'aib bin Abdurrozaq dengan Nyai Sa'idah binti Kiai Ghozali. Adapun saudara-saudar beliau;

1. Nyai Hasanah (Ibunda Kiai Zubair Dahlan)

2. Nyai Zubaidah (Istri Kiai Abdullah)

3. Kiai Ahmad (Ayahanda Kiai Abdurahim)

4. Kiai Imam Kholil.

Ibunda beliau adalah putri tertua KH. Ghozali bin Lanah (perintis pertama Pesantren di Sarang). Dua orang kakaknya, yaitu Nyai Hasanah dan Kiai Ahmad, besanan. Sebab putra Nyai Hasanah yang bernama Kiai Zubair menikah dengan Mahmudah putri Kiai Ahmad. Dari pernikahan Kiai Zubair dan Mahmudah lahirlah Mbah Kiai Maimoen Zubair, ulama kharismatik yang mendapat julukan pakubumi nusantara yang meninggal pada 6 Agustus 2019 lalu.

Sebagaimana Ulama pada umumnya, Imam Kholil mengawali pendidikan agama kepada ayah beliau sendiri yakni Kiai Syu'aib. Saat berusia 15-17 tahun berbagai cabang ilmu beliau pelajari baik dari ayahandanya maupun dari Ulama-Ulama yang ada di Sarang pada masa itu. Materi-Materi yang umumnya dipelajari dikalangan pesantren seperti Al-Quran, nahwu, shorof, fiqih, hadis dan tasawwuf beliau kuasai dibawah bimbingan guru-guru yang merupakan Ulama-Ulama berkredibilitas dibidangnya. 

Tidak puas dengan hanya belajar di daerah tempat tinggalnya saja, menginjak usia 21 tahun beliau melanjutkan pengembaraan ilmiyahnya ke daerah Bangkalan, Madura. Pada waktu itu pesantren Bangkalan diasuh oleh seorang Auliya' Masyhur Syaikhona Muhammad Kholil bin Abdul Latif yang tersohor kealiman dan kewaliannya. Di bangkalan Mbah Imam berguru kepada Syaikhona Kholil tidak lama. Sebagaimana penuturan KH. Abdurrozaq (salah satu putra Kiai Imam Kholil) hanya sekitar setahunan Mbah Imam menuntut ilmu di Bangkalan. Meskipun demikian, selama berguru kepada Syaikhona Kholil Bangkalan Mbah Imam memiliki hubungan yang erat dengan gurunya tsb. Hal ini terbukti dari nama beliau yang dinisbatkan kepada gurunya tsb, sehingga Mbah Imam lebih dikenal dengan nama Imam Kholil. Selain itu Mbah Imam pernah berkata : "Aku iki muride Mbah Kholil Bangkalan" (Saya ini muridnya Kiai Kholil Bangkalan) dan dalam kesempatan lain beliau berkata : "Guruku iku Kiai Kholil, Maduro". (Guru saya itu Kiai Kholil Madura) Ini jelas menunjukkan pengakuan dan kekaguman beliau pada Syaikhona Kholil Bangkalan.

Ada cerita : pada suatu hari, Syaikhona Kholil marah besar pada santri-santri Gresik. Saking takutnya banyak santri yang lari ketakutan kecuali Mbah Imam, lalu Mbah Imam berkata : "Kenopo podo melayu kabeh santri iku?". (Kenapa semua santri berlarian?) Kemudian Mbah Imam datang menghadap Kiai Kholil dan bertanya : "Wonten nopo yi?" (Ada apa kiai?) Tanya Mbah Imam pada Kiai Kholil. "Santri-santri Gresik iku nek salaman tanganku dipethek" (kalau santri-santri Gresik bersalaman tanganku ditekan keras, beliau tidak suka diperlakukan seperti itu). Dalam tata cara musofahah (bersalaman) tidak boleh sampai menyakiti orang yang dimintai salaman, meskipun sebetulnya bersalaman itu sunnah, karena ta'adduban (bertata krama).

Selain itu, suatu ketika beliau saat masih muqim di Makkah, pernah Mbah Imam didatangi oleh Kiai Kholil didalam mimpinya. Dalam mimpi tsb Kiai Kholil mengabarkan kewafatannya dan Mbah Imam berkata : "Nyuwun sewu yi, terose njenengan pun kapundut?". (Maaf kiai, katanya anda sudah wafat?) "Yo mam, wes thok watese" (iya mam, sudah mencapai batasnya umur) jawab Kiai Kholil. Hal ini tidak mungkin terjadi bila tidak ada hubungan yang erat diantara keduanya.



KH. Baidlowi Lasem Sedang Berjalan Bareng KH. Imam Kholil Sarang, tidak diketahui tahunnya.

Al-Fatihah

#ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّﺻَﻞِّﻋَﻠَﻰﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎﻣُﺤَﻤَّﺪٍﻭَﻋَﻠَﻰﺁﻝِﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎﻣُﺤَﻤَّﺪٍ 

Minggu, 21 Mei 2023

Istri adalah ladang bagi suami

Tadabbur Ayat:

Al-Baqarah

:223

*نِسَاۤؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ ۖ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ اَنّٰى شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ مُّلٰقُوْهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ*


"Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman."


🔰 Bila kita merujuk kitab tafsir untuk mengetahui Sabab Nuzul dan maksud ayat diatas, akan kita dapati bahwa ayat tersebut bertutur tentang keluwesan "ritual kebahagiaan" (jima'/bersenggama suami-istri).


Dimana seorang Istri diumpamakan ladang bercocok tanam bagi  petani (suami).


Mau didatangi kapan saja, dicangkul bagaimana saja... Ya boleh-boleh saja. (Bebas bergaya atau bergaya bebas) 


Asal yang dicangkul tepat sasaran, yakni ladang sendiri. 




🙏🏻😀🌹


Sebagai catatan... 



1. Harus pakai cangkul sendiri.


2. Bila ladang tidak mungkin dicangkul, maka tunggu lain waktu. (yakni ketika istri haid).




📝 *SISI LAIN:*



✅ Namun sahabat....


Bicara tentang ladang, tentu mengingatkan kita pada aktivitas bercocok tanam. Dan ini identik dengan pertanian.


Maka ada baiknya jika kita berpikir sejenak tentang filosofi bertani, yakni bercocok tanam.



Petani yang cerdik dan berpengalaman pasti akan:


1. Memilih atau  mengolah ladang


2.  Memilih benih unggul


3. Merawat tanaman dengan baik...


agar nantinya mendapatkan  hasil panen yang menggembirakan.




🙏🏻😎 🌹


Sampai disini kita coba menganalogi ..(main qiyas-qiyasan )



Istri itu ladangnya (ovum + rahim)


Suami itu (yang membawa) bibit-nya (sperma)


Janin & Anak itu tanaman dan buah-nya.. 



Nah kan....???


Belum berhenti disini ...


Istri yang shalihah ..itu ibarat ladang yang subur loh jinawi...


Suami Sholih itu ibarat bibit unggul...


Tapi Anaknya nanti ????   (🙏🏻😀 Masih Tanda Tanya ❓❓) 



Kita runut lagi...


Kita tanya beberapa kemungkinan kepada pak Tani dulu ...


1. Kira-kira ... Kalau ada ladang subur tapi bibitnya jelek, hasilnya bagaimana ???


2. Kalau bibitnya baik tapi ladangnya tidak subur, hasilnya bagaimana ???


3. Kalaupun ladang subur dan bibitnya baik, tapi tidak dirawat dari rumput pengganggu dan hama.. hasilnya bagaimana ???




🙏🏻☺️🌹


Tahulah kira-kira...


Bagaimanalagi jika ladang dan bibitnya sama-sama jelek.. hasilnya lebih ke arah *zonk* 



🙏🏻😀🌹


Berani dilanjut yach ... Biar lebih  kena ...



Wahai Suami-Istri...


*Lebih-lebih yang mau jadi Suami-Istri...*


Berpikirlah... Pertimbangkanlah siapa pasangan (atau calon pasangan) halal kita ..??


Pertama kita sendiri harus berusaha menjadi ladang subur atau bibit unggul dulu... Harus berusaha .


Dan seterusnya ...


Terserah Anda ...👍🏻‼️



Yang terpenting lagi ..


Tanaman harus dirawat dengan baik agar buahnya baik pula..



Terakhir...


Andaikan saja dari Suami  yang Sholih dan Istri Sholihah akan lahir Anak yang "Baik" 


Tapi harus dirawat dengan baik. Karena jika tidak, mereka bisa terkontaminasi dengan miliu (lingkungan) yang kurang kondusif (ibarat rumput dan hama bagi tanaman)...



Maka, jika terawat (dididik) dengan baik...


In saya Alloh  hasil akhirnya Menjadi *orang yang baik/Sholih/Sholihah* ..


Itulah *Hasil Panen* dari bercocok tanam yang diidam-idamkan.



Sekian.



*•═══~◎❅🌹❅◎~═══•*


والله أعلم 

PENTINGNYA MEMILIH TEMAN YANG BAIK

Semua bisa menjadi lebih baik saat bersama teman yang baik

عن زهير بن محمد ، عن موسى بن وردان ، عن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - :


"الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ " .أخرجه أحمد في " المسند " ( 8 / 307 / 8398 )


Dari Zuhair bin Muhammad dari Musa bin Wardan, dari Abu Hurairota radhiAlloohu anhu berkata,


Rasulullah saw bersabda:


Seseorang itu tergantung pada agama  temannya. Oleh karena itu, salah satu diantara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dijadikan teman.


( Hadist, dikeluarkan dari Imam Ahmad di dalam" Al-Musnad (8/307/6398)



*Dalam Al Qur'an*


1. Pergaulan menentukan nasib seseorang.


وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا

يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا

لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي ۗ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا


Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul".

Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku).

Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.

[Surat Al-Furqan : 27- 28-29]


2. Perintah sabar untuk selalu berkawan dengan orang-orang yang shaleh.


وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا


Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta men.Turuti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.


[Surat Al-Kahf : 28].



Tambak beras 12 Mei 2023

Rabu, 03 Mei 2023

IJAZAH SHOLAWAT NARIYAH DARI KH. WAHAB HASBULLOH

Rabu, 3 April 2023 pukul 14.30 di An Najiyah 1 PPBU


Santri di Pesantren beragam kemampuan, beragam keadaan, beragam ekonomi dan beragam karakter, sehingga wali santri di mohon untuk membantu memantau putrinya dalam menerima pendidikan di pondok pesantren, Tegas Dr KH. M. Wafiyul Ahdi, SH., M.Pd.I sebagai Pengasuh PPP. An Najiyah 1 PPBU.


Tugas Pengasuh beserta Pengurus ternyata lebih berat, karena keberagaman tersebut tidak mampu diadaptasikan lebih cepat dalam waktu yang singkat kurang dari 3 tahun ditambah dengan banyaknya santri yang beragam tingkatan, sehingga Pengasuh menegaskan agar santri mentaati peraturan Pondok Pesantren yang ditegakkan oleh Pengurus. Oleh karena itu, orang tua (wali santri) berkenan mengindahkan peraturan yang sedang ditegakkan oleh pengurus.


Tugas Santri melaksanakan amanah yang telah dibebankan padanya untuk belajar, untuk taat sepenuhnya pada Pengasuh yang sebagian diwujudkan dalam bentuk peraturan Pondok Pesantren, untuk mandiri (mampu mengendalikan dirinya) dalam segala hal termasuk menilai pada hal kebaikan dan ketidak pantasan dll, untuk menahan segala kebutuhan yang tidak sesuai dengan kewajiban santri dan untuk apa saja selama mampu meningkatkan kualitas santri.


Harapan Pengasuh, abah Kyai Wafiyul Ahdi; 1) mohon santri2 tidak difasilitasi Handphone, karena efek negatifnya begitu luar biasa, yang mana efeknya akan berhubungan dengan Kamtib PPBU, Pengasuh, Pengurus dan Wali Santri, 2) mohon wali santri mengontrol dari jauh (tidak harus datang ke pondok) untuk selalu memantau kualitas belajar putrinya, 3) mohon putri2nya tidak terlalu berlebihan dalam memberikan uang saku, sekiranya cukup untuk kewajiban pondok, kewajiban sekolah dan kebutuhan sehari2 sewajarnya. 4) this era is strawbery generation; generasi saat ini mentalnya kurang kuat, gampang mutungan, serba instan (hedonisme), strawberi memang kelihatan bagus tapi kalau sudah kepidek (keinjek kaki) maka strawberi itu akan blenyek (hancur), maka mohon putri2nya diarahkan dengan benar untuk menghadapi masalahnya pribadi, jangan sampai dimanjakan, jangan mengajak mereka lari dari masalah tapi seharusnya diarahkan dengan sebaiknya agar anak lebih dewasa dan mampu menghadapi masalahnya sendiri. 5) mohon wali santri mengikuti peraturan PPP An Najiyah 1 PPBU dengan baik. 


Dengan demikian, kerjasama antara Pengasuh, Pengurus dan Orang Tua sangat diharapkan dalam mendidik santri di Pesantren. 


Sesuai dengan permohonan perwakilan Wali Santri yang ingin mendapatkan Ijazah dari Pengasuh, Kyai Wafi akan menyampaikan Ijazah dari mbah Wahab untuk kebutuhan pribadi yang insyaalloh akan di kabulkan Alloh. Yaitu Sholawat Nariyah pagi 11 kali malam 11 kali. ijazah ini didapatkan oleh tim PPBU dari salah satu santri mbah wahab di Indramayu sekitar lulus thn 1960an dan jika mendesak dibaca di malam hari sebanyak 41 kali. 

Adapun lafalnya;

اللَّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَمًا تَامًّا عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ تنْحَلُ بِه الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِيْمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ عَدَدَ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ


Semoga kita tetap istiqomah dalam hal kebaikan dan beribadah. Aamiin ya Robbal Alamin

Senin, 01 Mei 2023

Menjelang Pilkada 2024

Deskripsi : 



Akhir-akhir ini, cukup bnyak diadakan pemilihan pemimpin baik untuk tingkat prov, kabupaten, kota,bhkan RT/Rw, dan tidak di pungkiri dari para kandidat karena merasa persaingan bgaimanapun cranya di lakukan, salah satunya dengan membagi-bagikan uang. 

Pertanyaanya :

a. bagaimana hukum pemilihan tersebut ?

b. bagaimana hukum bagi warga yang memilih karena mendapat uang tersebut ?


Jawaban :


MEMPERTIMBANGKAN


* Definisi dzu syaukah


ومعنى ذى الشوكة انقياد الناس وطاعتهم وإذعانهم لأمره وإن لم يكن عنده ما عند السلطان من آلة الحرب والجند ونحوهما مما تقع به الرهبة كرؤساء البلد ورئيس الجماعة وصاحب الحوطة المطاع على الوجه الاعتقاد والاحتشام


"Pengertian konsep dzu syaukah (orang berpengaruh) adalah patuh, taat, dan tunduk pada perintahnya meskipun orang itu tidak memiliki kelengkapan negara layaknya sulthan, seperti alusista militer, tentara serdadu, dan semacamnya yang membuat kedudukannya diperhitungkan. Sebagaimana kelengkapan negara ini lazim dimiliki oleh para pemimpin negara, pemimpin massa, serta pemuka hauthah yang ditaati atas asas kepercayaan dan pengabdian." (Bughyah al-Mustarsyidin, hlm 527).


* Definisi suap (risywah)


Definisi suap yang lebih sesuai dengan konsep (teori) yakni :


وقبول الرشوة حرام وهي ما يبذل للقاضي ليحكم بغير الحق أو ليمتنع من الحكم بالحق وإعطاؤها كذلك لأنه إعانة على معصية


"Menerima suap haram hukumnya. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada qadhi agar menetapkan hukum yang tidak benar, atau agar penyuap terbebas dari hukum yang benar. Memberi suap juga diharamkan sebab termasuk membantu terjadinya maksiat." (Nihayatuz Zain, hlm 370).


Sedang definisi suap yang lebih sesuai dengan konteks (realita) yakni :


الرِّشْوَةُ -بِالكَسْرِ- مَا يُعْطِيْهِ الشَّحْصُ الحَاكِمَ وَغَيْرَهُ لِيَحْكُمَ لَهُ أَو يَحْمِلُهُ عَلَى مَا يُرِيْدُ


"Risywah -dengan harakat kasrah pada huruf ra'- adalah sesuatu yang diberikan seseorang kepada hakim atau selainnya agar menetapkan hukum yang memihak penyuap, atau agar menuruti apa yang diinginkan penyuap." (al-Mishbah al-Munir, 1/228).


* Perbedaan risywah dan hadiah


Keterangan dalam Raudhah :


فرع قد ذكرنا أن الرشوة حرام مطلقا والهدية جائزة في بعض فيطلب الفرق بين حقيقتيهما مع أن الباذل راض فيهما والفرق من وجهين أحدهما ذكره ابن كج أن الرشوة هي التي يشرط على قابلها الحكم بغير الحق أو الامتناع عن الحكم بحق والهدية هي العطية المطلقة والثاني قال الغزالي في الإحياء المال إما يبذل لغرض آجل فهو قربة وصدقة وإما لعاجل وهو إما مال فهو هبة بشرط ثواب أو لتوقع ثواب وإما عمل فإن كان عملا محرما أو واجبا متعينا فهو رشوة وإن كان مباحا فإجارة أو جعالة وإما للتقرب والتودد إلى المبذول له فإن كان بمجرد نفسه فهدية وإن كان ليتوسل بجاهه إلى أغراض ومقاصد فإن كان جاهه بالعلم أو النسب فهو هدية وإن كان بالقضاء والعمل فهو رشوة


"Sub masalah : Telah kami jelaskan bahwa suap haram secara mutlak sedang hadiah boleh dalam sebagian masalah. Dari sini perlu dikemukakan perbedaan esensial antara keduanya ketika pihak pemberi rela baik dalam menyuap ataupun memberi hadiah.


Perbedaannya ditinjau dari dua sisi. Pertama, dikatakan oleh Ibnu Kajj, bahwa suap adalah pemberian yang disyaratkan dalam penerimaannya untuk menetapkan hukum yang tidak benar atau pemberi terbebas dari tuntutan hukum yang benar. Sedangkan hadiah adalah pemberian semata.


Kedua, dikatakan oleh al-Ghazali dalam Ihya, suatu harta-benda adakalanya diberikan untuk tujuan jangka panjang, yakni dalam rangka ibadah dan shadaqah, dan adakalanya diberikan untuk tujuan jangka pendek. Yang jangka pendek ini orientasinya bisa berupa harta, maka dinamakan hibah yang disertai persyaratan/pengharapan timbal-balik, serta bisa juga berupa jasa. Bila jasa itu berupa amaliyah haram atau wajib 'ain maka dikategorikan suap, bila amaliyahnya mubah maka disebut ijarah atau ju'alah.


Adakalanya juga harta-benda diberikan untuk mendekati atau meraih simpati dari orang yang diberi. Bila hal itu sebatas kedekatan pribadi maka disebut hadiah. Bila dimanfaatkan untuk meraih tujuan tertentu lewat kedudukan orang yang diberi maka disebut hadiah pada orang punya kedudukan lantaran ilmu atau nasabnya, serta disebut suap pada orang yang menyandang kedudukan hakim atau pejabat." (Raudhah ath-Thalibin, 11/144).


Keterangan dalam Ittihaf, dikutip dari serangkaian analisa as-Subki dalam kitab karyanya Fashl al-Maqal fi Hidayah al-'Ummal yang membicarakan tentang:


- Konsep Dasar Istilah Hadiah dan Risywah


قال التقىي السبكي فإن قلت المهدي يتوصل بهديته الى محبة المهدى اليه والراشي يستميل المرتشي حتى يحكم له فلم اختص كل منها باسم؟ قلت المهدي ليس له غرض معين إلا استمالة القلب, والراشي له غرض معين وهو ذلك الحكم وليس غرضه استمالة القلب بل قد يكون يكرهه ويلعنه ففي الهدية تودد خاص بها وتوصل مشترك بينها وبين الرشوة وإن افترقا في المتوصل اليه, وفي الرشوة توصل خاص لا غير فخصصنا كلا منها باسم وميزنا بينهما بما اختصا به والغينا في الهدية المشترك


"Taqiyyudin as-Subki berkata : Bila kau mempertanyakan bahwa pemberi hadiah, dengan hadiah yang diberikannya, meraih simpati dari orang yang diberi, sementara pemberi suap membujuk orang yang disuap agar menetapkan hukum yang menguntungkannya, lantas kenapa kedua pemberian ini harus dibedakan istilahnya ?


Aku jawab bahwa seorang pemberi hadiah tidak punya tujuan khusus selain untuk meraih simpati, sedang seorang penyuap punya, yakni pada pamrih atas kasus hukum itu. Penyuap tidak bertujuan meraih simpati orang yang diberi, malah kadang sebenarnya benci dan menghujatnya. Sehingga bisa diketahui bahwa dalam istilah hadiah ada unsur simpati sebagai karakter asal, dan ada unsur pamrih yang menjadi karakter bersama dalam hadiah dan suap meskipun dalam bentuk yang berbeda. Sedang dalam suap ada unsur pamrih sebagai karakter asal. Karena itu kita membuat istilah yang berbeda untuk keduanya, dan kita membedakan keduanya berdasarkan karakter asal masing-masing, serta mengabaikan implikasi dari karakter bersama (simpati dan pamrih) yang ditemui dalam konsep hadiah." (Ittihaf as-Sadat al-Muttaqin, 6/160).


Tinjauan Karakter Bersama Dalam Hadiah dan Risywah


قال التقي السبكي الهدية لا يقصد بها إلا استمالة القلب والرشوة يقصد بها الحكم الخاص مال القلب أم لم يمل فإن قلت العاقل إنما يقصد استمالة قلب غيره لغرض صحيح أما مجرد استمالة القلب من غير غرض أجر فلا قلت صحيح لكن استمالة القلب له بواعث منها أن ترتب عليه مصلحة مخصوصة معينة كالحكم مثلا فههنا المقصود تلك المصلحة وصارت استمالة القلب وسيلة غير مقصود لأن القصد متى علم بعينه لا يقف على سببه فدخل هذا في قسم الرشوة ومنها أن ترتب عليه مصالح لا تنحصر إما أخروية كالأخوة في الله تعالى والمحبة وقيل ثوابها وما أشبه ذلك لعلم أو دين فهذه مستحبة والإهداء لها مستحب ومنها أن تكون دنيوية كالتوصل بذلك إلى أغراض له لا تنحصر بأن يكون المستمال قلبه صاحب جاه فإن كان جاهه بالعلم والدين فذلك جائز وهل هو جائز بلا كراهة أو بكراهة تنزيه اقتضى كلام الغزالي في الإحياء الثاني ومراده في القبول في الهدية وهو صحيح لأنه قد يكون أكل بعلمه أو دينه أما الباذل فلا يكره له ذلك وإن كان جاهه بأمر دنيوي فإن لم يكن ولاية بل كان له وجاهة بمال أو صلة عند الأكابر ويقدر على نفعه فهذا لا يكره الإهداء إليه لهذا الغرض وأما قبوله فهو أقل كراهة من الذي قبله بل لا تظهر فيه كراهة لأنه لم يأكل بعلمه ولا دينه وإنما هو أمر دنيوي ولم يخرج من حد الهدية فلا كراهة


"Taqiyyudin as-Subki berkata : Pemberian hadiah tidak memiliki tujuan utama selain untuk meraih simpati, sedang suap ditujukan untuk mencapai ketetapan hukum tertentu dan tak peduli akan mendapat simpati ataupun tidak.


Jika kau membantah : Logikanya yang namanya mencari simpati itu dikarenakan ada kepentingan (pamrih) tertentu, sedangkan murni mencari simpati tanpa ada kepentingan itu tidak logis.


Aku jawab: Benar, hanya saja simpati dicari lantaran beberapa faktor. Di antaranya, bila faktor itu karena ada keperluan tertentu, kasus hukum misalnya, lalu kita tahu bahwa yang menjadi motif utama adalah keperluan itu dan simpati hanya menjadi batu loncatan bukan tujuan, dengan pertimbangan sekira keperluan itu bisa terkuak sendiri niscaya tidak akan peduli lagi dengan cara semula, maka yang seperti ini masuk dalam kategori suap.


Bila faktor itu dikarenakan ada keperluan secara umum, yang adakalanya bersifat ukhrawi seperti menjalin ikatan persaudaraan, kasih sayang karena Allah, ataupun pahala ukhrawi, serta yang semacamnya baik lantaran unsur alim ataupun shalihnya orang yang diberi, maka keperluan yang semacam itu dianjurkan oleh syariat, dan pemberian hadiahnya juga dianjurkan.


Bila keperluan itu bersifat duniawi, seperti dijadikan sarana memenuhi keperluan secara umum, di mana orang yang dibutuhkan simpatinya punya kedudukan tertentu dan kedudukannya itu:


- Jika lantaran ilmu dan agama maka hukum pemberiannya diperbolehkan. Apakah boleh di sini dalam kerangka mubah atau makruh? Keterangan al-Ghazali dalam Ihya mengarah pada hukum yang kedua (makruh). Yang dikehendaki al-Ghazali dengan makruh adalah pada penerimaan hadiah itu, dan memang demikian, mengingat hadiah yang digunakan itu bisa dimungkinkan diberi lantaran sifat alim atau shalih pada dirinya (sementara dia belum tentu alim atau shalih, pen). Sedangkan bagi orang yang memberi hadiah hukumnya tidak makruh.


- Jika lantaran perkara duniawi, dan bukan punya kedudukan karena punya semacam kekuasaan, melainkan karena banyak harta ataupun banyak relasi dengan para tokoh sehingga orang itu dianggap berguna, maka pemberian hadiah karena motif semacam ini tidak makruh. Menerima hadiahnya juga lebih sedikit kadar makruhnya dibanding situasi sebelumnya (kedudukan lantaran ilmu dan agama, pen). Bahkan boleh jadi dibilang tidak maruh sebab dia tidak mempergunakan hadiah itu dengan dilatar belakangi ilmu atau agama, melainkan karena perkara duniawi semata serta tidak keluar dari definisi hadiah. Dari sini bisa dipahami bila dikatakan menerima hadiahnya itu tidak makruh." (Ittihaf as-Sadat al-Muttaqin, 6/160).


Illat Pamrih Yang Boleh dan Yang Dilarang Dalam Hadiah dan Risywah


وفي فصل المقال للتقي السبكي فإن قلت فمن ليس متوليا إذا أهدى اليه ليتحدث له في امر جائز عند ذي سلطان قلت اذا كانت تلك الحاجة جائزة ولم يكن المتحدث مرصدا لإبلاغ مثلها بحيث يجب عليه, فان كان لحديثه فيها أجرة بأن يكون يحتاج الى عمل كثير جاز وإلا فلا. اما الجواز فلأنه اجارة او جعالة واما المنع فلأن الشرع لم يرد بالمعاوضة في هذا النوع وان كان قد قصده العقلاء. وقد بان بهذا الفرق يبن الرشوة والهدية


"Tercantum dalam kitab Fashl al-Maqal karangan Taqiyyudin as-Subuki : Jika kau bertanya: Lalu bagaimana pada orang yang bukan penguasa, ketika dia diberi hadiah sesuatu agar mau menyampaikan urusan yang sifatnya mubah di sisi sulthan ?


Aku jawab : Jika keperluan itu memang bersifat mubah dan dia bukan berprofesi tetap sebagai penghubung urusan semacam itu, maka hal itu diperbolehkan bila kinerjanya pantas diberi upah semisal harus dilalui dengan banyak usaha, bila tidak demikian maka tidak diperbolehkan.


Diperbolehkan karena hadiah itu diberlakukan sebagai upah ijarah maupun ju'alah. Dan dilarang karena dalam syariat tidak ditemui konsep timbal balik harta dengan bentuk semacam ini" (Ittihaf as-Sadat al-Muttaqin, 6/158).


- Asas Prinsipil Hadiah dan Risywah


وايضا لما كان المتوصل اليه بالهدية محبوبا في الشرع كان هو المعتبر في التسمية ولم ينظر الي السبب ولما كان المتوصل اليه بالرشوة حراما في الشرع لم يعتبر, وانما أعتبر في التسمية السبب فقط لأنه لم يقصد الراشي والمسترشي غيره, فكانت تسمية كل منهما باعتبار مقصد فاعلمهما


"Di samping itu, mengingat muara pemberian hadiah adalah pada hal yang sudah dilegitimasi sebagai anjuran oleh syariat maka poin anjuran ini yang menjadi tolak ukur penamaan hadiah tanpa perlu melihat pada motif pemberiannya. Kemudian mengingat muara pemberian suap berkisar pada hal yang diharamkan syariat maka keharaman ini tidak menjadi standar penyebutan suap, melainkan tolak ukurnya perlu dilihat secara spesifik pada motif pemberian tersebut, sebab tujuan penyuap dan orang yang disuap selalu bermuara pada hal yang diharamkan. Jadi standar penyebutan istilah hadiah atau suap dilihat dari tujuan di dalamnya. Cermatilah." (Ittihaf as-Sadat al-Muttaqin, 6/160).


* Status suap cukup dengan melihat qarinah


وَلَوْ أَهْدَى لِمَنْ خَلَّصَهُ مِنْ ظَالِمٍ لِئَلَّا يَنْقُضَ مَا فَعَلَهُ لَمْ يَحِلَّ لَهُ قَبُولُهُ وَإِلَّا حَلَّ أَيْ : وَإِنْ تَعَيَّنَ عَلَيْهِ تَخْلِيصُهُ بِنَاءً عَلَى الْأَصَحِّ أَنَّهُ يَجُوزُ أَخْذُ الْعِوَضِ عَلَى الْوَاجِبِ الْعَيْنِيِّ إذَا كَانَ فِيهِ كُلْفَةٌ خِلَافًا لِمَا يُوهِمُهُ كَلَامُ الْأَذْرَعِيِّ وَغَيْرِهِ هُنَا ، وَلَوْ قَالَ خُذْ هَذَا وَاشْتَرِ لَك بِهِ كَذَا تَعَيَّنَ مَا لَمْ يُرِدْ التَّبَسُّطَ أَيْ : أَوْ تَدُلَّ قَرِينَةُ حَالِهِ عَلَيْهِ كَمَا مَرَّ ؛ لِأَنَّ الْقَرِينَةَ مُحَكَّمَةٌ هُنَا


"Jika seseorang memberikan hadiah pada orang lain yang menolong dirinya dari orang zhalim agar orang itu tidak mengurungkan pertolongannya, maka pemberian itu tidak boleh diterima. Bila bukan demikian maka boleh diterima, yakni meskipun orang itu menjadi pelaku tunggal yang diwajibkan menolong, berpegang pada qaul ashah yang menyatakan boleh mengambil imbalan atas amaliyah wajib 'ain yang butuh kerja keras. Hal ini berbeda dengan pendapat al-Adzra'i dan lainnya.


Umpama ada orang berkata: Ambillah dan belilah barang itu dengan uang ini, maka menjadi wajib bagi yang diberi untuk memenuhi selama tidak ada kehendak keleluasaan tasharruf dari pemberi, atau tidak ada qarinah yang menunjukkannya, sebab qarinah dalam konsep hadiah bisa diberlakukan sebagai kepastian." (Tuhfatul Muhtaj, 26/205).


Syarat suap yang diperbolehkan


فمن اعطى قاضيا أوحاكما رشوة أو أهدى اليه هدية فان كان ليحكم له بباطل أو ليتوصل بها لنيل مالا يستحقه أو لأذية مسلم فسق الراشى والمهدى بالإعطاء والمرتشى والمهدى اليه بالاخذ والرائش بالسعى , وان لم يقع حكم منه بعد ذلك أو ليحكم له بحق أو لدفع ظلم أو لينال ما يستحقه فسق الآخذ فقط ولم يأثم المعطى لاضطراره للتوصل لحق بأى طريق كان


"Bagi orang yang memberikan suap atau hadiah pada qadhi atau hakim, bila ternyata diberikan untuk menghukumi secara bathil, atau sebagai sarana meraih sesuatu yang bukan haknya, atau berakibat menyakiti seorang muslim, maka penyuap dan pemberi hadiah menjadi fasiq sebab pemberiannya, orang yang disuap dan orang yang diberi menjadi fasiq sebab mengambilnya, serta kurir penyuap menjadi fasiq sebab perbuatannya.


Bila hukum di atas tidak terjadi, atau agar pemberi mendapatkan hukum yang benar, atau untuk menolak kezhaliman, atau untuk mendapatkan haknya maka hukum fasiq hanya berlaku pada orang mengambil pemberian itu. Pemberi tidak dianggap berdosa karena dia terpaksa melakukan hal itu sebagai sarana memperoleh hal yang benar dengan segala upaya." (Is'adur Rafiq, hlm 100).


والمراد بالرشوة التي ذكرناها ما يعطى لدفع حق أو لتحصيل باطل وإن أعطيت للتوصل إلى الحكم بحق فالتحريم على من يأخذها كذلك وأما من لم يعطها فإن لم يقدر على الوصول إلى حقه إلا بذلك جاز وإن قدر إلى الوصول إليه بدونه لم يجز


"Yang dimaksud dengan suap yang kita perbincangkan ini yaitu harta benda yang diberikan untuk menolak kebenaran atau mencapai hal yang bathil. Bila harta itu diberikan sebagai sarana mendapatkan hukum yang benar maka hukum haram hanya bagi yang mengambilnya. Sedangkan ketika orang itu belum memberikannya, ketika haknya tidak bisa dicapai selain dengan cara suap itu maka boleh memberikan harta tersebut, ketika masih bisa mendapatkan haknya dengan cara lain maka tidak diperbolehkan." (Fatawa as-Subki, 1/204).


* Dalil berkaitan politik uang dalam pemilihan pemimpin


- Hadits larangan suap pada pemilihan pejabat


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ : رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالطَّرِيْقِ يَمْنَعُ مِنْهُ ابْنَ السَّبِيْلِ ، وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلاَّ لِدُنْيَاهُ ، إِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيْدُ وَفَى لَهُ ، وَإِلاَّ لمَ ْيَفِ لَهُ ، وَرَجُلٌ بَايَعَ رَجُلاً بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ ، فَحَلَفَ بِاللهِ لَقَدْ أُعْطِيَ بِهَا كَذَا وَكَذَا ، فَصَدَّقَهُ فَأَخَذَهَا ، وَلَمْ يُعْطَ بِهَا


"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga orang yang tidak akan diajak berbicara oleh Allah kelak pada hari kiamat, Allah tidak mensucikan mereka dan mereka akan memperoleh siksa yang pedih. Pertama, orang yang memiliki air berlebih dalam perjalanan dan tidak mau memberikannya kepada musafir. Kedua, laki-laki yang membai'at seorang pemimpin hanya karena faktor duniawi. Apabila pemimpin itu memberinya, ia akan memenuhi pembai'atannya, tetapi apabila tidak diberi, dia tidak akan memenuhinya. Dan ketiga, orang yang menawarkan dagangannya kepada orang lain sesudah waktu ashar, lalu dia bersumpah bahwa barang dagangan itu telah ditawar sekian dan sekian oleh orang lain, lalu pembeli mempercayainya dan membelinya, padahal sebenarnya barang itu belum pernah ditawar". (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasai, Baehaqi, Ibnu Jarir, dan Abdur Razak, lafazh dari Bukhari).


- Pengecualian pada hadits


(فإن تعين على شخص) بأن لم يتعدد الصالح له في الناحية (لزمه) قبوله إن وله الإمام ابتداء ولزمه (طلبه) إن لم يوله الإمام ابتداء, ولو على عدم الإجابة, ولو ببذل مال كثير وإن حرم اخذه منه. فالإعطاء جائز والأخذ حرام


"[Jika kedudukan qadhi hanya mampu disandang orang tertentu] ketika tidak banyak dijumpai orang shalih di daerah itu [maka wajib baginya] untuk menerima ketika imam melantiknya serta wajib baginya [untuk menuntut jabatan itu] ketika imam tidak menunjuknya, meski tuntutannya akan berujung pada penolakan, walau harus dicapai dengan memberikan banyak harta, meski nantinya harta itu haram diambil oleh orang lain. Hukum memberikannya mubah dan hukum mengambilnya haram." (Tausyikh 'ala Ibni Qasim, hlm 279).


- Pendalaman materi berkaitan


Hasil bahtsu masail PWNU Jatim 2005 pada deskripsi: Pilkada dan Batas Money Politic


Hasil bahtsu masail PWNU Jatim 2008 pada deskripsi: Legitimasi Pemerintah Dalam Pemilu


MENYIMPULKAN


1.Prinsip dasar perbedaan suap dan hadiah terletak pada haram dan tidaknya konsekuensi dari pemberian barang tersebut.


2.Suatu pemberian akan dikategorikan hadiah bila: untuk mendapat pahala, untuk meraih simpati, untuk mendapat imbalan materi (hadiah bi tsawab), untuk upah dari amaliyah yang patut diberi upah, atau tidak punya motif melainkan ikhlas lillahi ta'ala.


3.Suatu pemberian akan dikategorikan suap bila: untuk menetapkan hukum yang tidak benar, untuk lepas dari hukum yang benar, untuk perantara mencapai kepentingan yang haram, untuk upah dari amaliyah yang tidak pantas diberi upah yakni pada amaliyah yang tidak pantas dinilai materi (karena sudah menjadi kewajiban atau tidak ada banyak usaha atau kerja keras di dalamnya).


4.Pemberian diketahui sebagai suap lewat bukti langsung atau dengan dugaan (zhan) qarinah yang mengarah ke suap.


5.Pemberian harta agar memilih kandidat yang bersangkutan termasuk suap sesuai dengan nash sharih hadits.


6.Suap karena dharurat diperbolehkan bagi pemberi bila memenuhi sejumlah ketentuan: dalam rangka menegakkan hukum yang benar, yang bersangkutan adalah orang yang berhak, tidak menyakiti atau merugikan muslim lain yang juga berhak, serta tidak ada jalan lain mencapai haknya selain dengan menyuap.


7.Dalam prosesi pemilihan pemimpin konsep suap karena dharurat juga bisa diberlakukan dengan tiga persyaratan utama: kandidat memang layak menjadi pemimpin, tidak ada figur kandidat lain yang layak, serta money politic di daerah tersebut sudah sangat parah sehingga bila tidak menyuap tidak akan menang.


8.Prosesi pemilihan yang dicampuri suap, meskipun suap darurat, tetap termasuk dalam khitab hadits yang melarang suap dalam pemilihan imam, sehingga amaliyahnya fasid, dan konsepsi pemerintahan berjalan secara dzu syaukah.


Selasa, 11 April 2023

Bolehkah Panitia Mencampur Beras Zakat ?

Panitia mencampur beras zakat fitrah  menjadi satu lalu dibagikan yang kemungkinan besar akan kembali kepada muzakki (orang yang zakat ) hukumnya itu diperinci:


a. Jika pencampuran itu dilakukan oleh amil syar’i  yaitu panitia yang sudah mendapat SK dari pemerintah maka bisa dibenarkan.


b. Jika pencampuran itu   dilakukan oleh panitia yang bukan amil syar’i yaitu tidak mendapat SK dari pemerintah cuma sukarelawan maka tidak bisa dibenarkan.


* الأم الجزء الثاني ص ٨٤*

بَابُ جِمَاعِ قَسْمِ الْمَالِ من الْوَالِي وَرَبِّ الْمَالِ  * + ( قال الشَّافِعِيُّ ) رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى وَجَمِيعُ ما أُخِذَ من مُسْلِمٍ من صَدَقَةِ فِطْرٍ وَخُمُسِ رِكَازٍ وَزَكَاةِ مَعْدِنٍ وَصَدَقَةِ مَاشِيَةٍ وَزَكَاةِ مَالٍ وَعُشْرِ زَرْعٍ وَأَيِّ أَصْنَافِ الصَّدَقَاتِ أُخِذَ من مُسْلِمٍ فَقَسْمُهُ وَاحِدٌ على الْآيَةِ التي في بَرَاءَةٌ { إنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ } الْآيَةَ لَا يَخْتَلِفُ وَسَوَاءٌ قَلِيلُهُ وَكَثِيرُهُ على ما وَصَفْت فإذا قَسَمَهُ الْوَالِي فَفِيهِ سَهْمُ الْعَامِلِينَ منه سَاقِطٌ لِأَنَّهُ لَا عَامِلَ عليه يَأْخُذُهُ فَيَكُونُ له أَجْرُهُ فيه وَالْعَامِلُونَ فيه عَدَمٌ فَإِنْ قال رَبُّ الْمَالِ فَأَنَا إلى أَخْذُهُ من نَفْسِي وَجَمْعُهُ وَقَسْمُهُ فَآخُذُ أَجْرَ مِثْلِي قِيلَ إنَّهُ لَا يُقَالُ لَك عَامِلُ نَفْسِك وَلَا يَجُوزُ لَك إذَا كانت الزَّكَاةُ فَرْضًا عَلَيْك أَنْ يَعُودَ إلَيْك منها شَيْءٌ فَإِنْ أَدَّيْت ما كان عَلَيْك أَنْ تُؤَدِّيَهُ وَإِلَّا كُنْت عَاصِيًا لو مَنَعْته فَإِنْ قال فَإِنْ وَلَّيْتهَا غَيْرِي قِيلَ إذَا كُنْت لَا تَكُونُ عَامِلًا على غَيْرِك لم يَكُنْ غَيْرُك عَامِلًا إذَا اسْتَعْمَلْته أنت وَلَا يَكُونُ وَكِيلُك فيها إلَّا في مَعْنَاك أو أَقَلَّ لِأَنَّ عَلَيْك تَفْرِيقُهَا فإذا تَحَقَّقَ مِنْك فَلَيْسَ لَك الِانْتِقَاصُ منها لَمَّا تَحَقَّقْت بِقِيَامِهِ بها ( قال ) وَلَا أُحِبُّ لِأَحَدٍ من الناس يُوَلِّي زَكَاةَ مَالِهِ غَيْرَهُ لِأَنَّ الْمُحَاسِبَ بها الْمَسْئُولَ عنها هو فَهُوَ أَوْلَى بِالِاجْتِهَادِ في وَضْعِهَا مَوَاضِعَهَا من غَيْرِهِ وَأَنَّهُ على يَقِينٍ من فِعْلِ نَفْسِهِ في أَدَائِهَا وفي شَكٍّ من فِعْلِ غَيْرِهِ لَا يَدْرِي أَدَّاهَا عنه أو لم يُؤَدِّهَا فَإِنْ قال أَخَافُ حِبَائِي فَهُوَ يَخَافُ من غَيْرِهِ مِثْلَ ما يَخَافُ من نَفْسِهِ وَيَسْتَيْقِنُ فِعْلَ نَفْسِهِ في الْأَدَاءِ وَيَشُكُّ في فِعْلِ غَيْرِهِ


*المجموع شرح المهذب - (ج ٦ / ص ١٣٩)*

(الحادية عشرة) قال الشافعي في المختصر في هذا الباب ولا بأس ان يأخذها بعد ادائها إذا كان محتاجا وغيرها من الصدقات المفروضات وتطوع هذا نصه واتفق الاصحاب عليه قال صاحب الحاوى إذ اخرجها فله اخذها ممن اخذها عن فطرة المدفوع إليه إذا كان الدافع ممن يجوز دفع الزكاة إليه * وقال مالك لا يجوز اخذها بعينها بل له اخذ غيرها * ودليلنا انها صارت للمدفوع إليه بالقبض فجاز اخذها كسائر امواله ولانه دفعها لمعني وهو اليسار بالفطرة واخذها بمعنى الحاجة وهما سببان مختلفان فلم يمتنعا كما لو عادت إليه بإرث فانه يجوز بالاجماع وقال المحاملي في كتابيه المجموع والتجريد إذا دفع فطرته الي فقير والفقير ممن تلزمه الفطرة فدفعها الفقير إليه عن فطرته جاز للدافع الاول اخذها قال وكذا لو دفعها أو غيرها من الزكوات الي الامام ثم لما اراد الامام قسم الصدقات وكان الدافع محتاجا جاز دفعها بعينها إليه لانها رجعت إليه بغير المعنى الذى خرجت به فجاز كما لو عادت إليه بأرث أو شراء اوهبة قال في التجريد وللامام أن يدفعها إليه كما يجوزان يدفعها إلى غيره من الفقراء لانه مساو لغيره في جواز اخذ الصدقة وقال امام الحرمين في تعليل المسألة لا يمتنع ان يأخذها بعد دفعها لان وجوب الفطرة لا ينافى اخذ الصدقة لان وجوبها لا يقتضى غنى ينافى المسكنة والفقر فان زكاة المال قد تجب علي من تحل له الصدقة لان الزكاة يحل اخذها بجهات غير الفقر والمسكنة كالغارم لذات البين وابن السبيل الموسر في بلده والغازي فانهم تلزمهم زكاة أموالهم ويأخذون الزكاة فلا يمتنع وجوب الزكاة علي انسان وجواز أخذ الزكاة


*البيان جز ٣ ص ٤٢٠*

فإن أخذ الإمام من رجل زكاته وكان الدافع مستحقا لأخذ الزكاة فدفع الإمام إليه زكاته بعينه أجزأه لأن ذمته قد برئت بتسليمها إلى الإمام وإنما رجعت اليه بسبب آخر.


إعانة الطالبين ص٢٠٦ ج٢

وتكفي النية إعطاء إمام الزكاة لأن الإمام نائب المستحقين فالدفع إليه كالدفع إليهم ولهذا أجزأت وإن تلفت عنده بخلاف الوكيل( إعانة الطالبين ص٢٠٦ ج٢)


نهاية الزين ص ١٧٨

وَيُشْتَرَطُ لِبَرَاءَةِ ذِمَّةِ الْمُوَكِّلِ الْعِلْمُ بِوُصُوْلِهَا لِلْمُسْتَحِقِّ وَمِثْلُ الصَّبِيِّ الْمُمَيِّزُ السَّفِيْهُ وَ الرَّقِيْقُ فِيْ ذَلِكَ  اهـ


المنثور ج٢ ص١٢٥  

الخَلْطُ بِمَا لاَ يَتَمَيَّزُ بِمَنْزِلَةِ اْلإِتْلاَفِ وَلِهَذَا لَوْ خَلَطَ الْوَدِيْعَةَ بِمَالِهِ وَلَمْ تَتَمَيَّزْ ضَمِنَ وَلَوْ غَصَبَ حِنْطَةً أَوْ زَيْتًا وَخَلَطَهَا بِمِثْلِهَا فَهُوَ إهْلاَكٌ حَتَّى يَنْتَقِلَ ( ذَلِكَ ) الْمَالُ إلَيْهِ وَيَتَرَتَّبَ فِي ذِمَّتِهِ بَدَلُهُ وَحِينَئِذٍ فَيَضْمَنُ ضَمَانَ الْمَغْصُوْبِ اهـ

Minggu, 09 April 2023

Lailatul Qodar

 PENENTUAN MALAM LAILATUL QODAR BERDASARKAN KITAB I'ANATUTH THOLIBIN , KITAB HASYIYAH TAFSIR ASH-SHOWY 'ALAL JALALAIN , DAN KITAB HASYIYAH AL-BAJURY 'ALA IBNIL QOSIM AL-GHOZY


اَعُوْذُ بِاللّٰهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ


Ada banyak Ulama’ yang merangkum suatu metode dalam mencari malam Lailatul Qodar. Di antara 'Ulama itu ialah Imam Abu Hamid Al-Ghozzaly ra & Imam Abul Hasan Asy-Syadzily ra.


Bahkan Syech Abul Hasan Asy Syadzily ra menyatakan semenjak ia baligh selalu menjumpai Lailatul Qodar sesuai dengan metode yang di sampaikan oleh Imam Abu Hamid Al-Ghozzaly ra ini.


Adapun metode atau qoidah Imam Al-Ghozzaly ra itu adalah sebagaimana disebutkan dalam kitab I’anatuth Tholibin Juz 2 , Hal. 257, Bahwa metode untuk mengetahui Malam Lailatul Qodar dapat dilihat dari hari pertama/awal bulan Romadlon itu dimulai.


Qoidahnya adalah sebagai berikut :


1⃣ Dalam Kitab I’anatuth Thoolibiin Juz II halaman 257 di sebutkan :


قال الغزالي وغيرُه : إِنَّ لَيْلَۃَ الْقَدْرِ تُعْلَمُ فِي رَمَضَانَ بِالْيَوْمِ الْأَوَّلِ مِنَ الشَّهْرِ.


فَإِنْ كَانَ أَوَّلُهُ يَوْمَ الْأَحَدِ أَوْ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ : فَهِيَ لَيْلَةُ تِسْعٍ وَعِشْرِيْنَ .

فَاِنْ كَانَ اَوَّلُهُ يَوْمَ الْاِثْنَيْنِ : فَهِيَ لَيْلَةُ إِحْدٰى وَعِشْرِيْنَ .

فَاِنْ كَانَ اَوَّلُهُ يَوْمَ الثُّلَاثَاءِ أَوِ الْجُمْعَةِ : فَهِيَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ .

فَاِنْ كَانَ اَوَّلُهُ يَوْمَ الْخَمِيْسِ : فَهِيَ لَيْلَةُ خَمْسٍ وَعِشْرِيْنَ .

 فَاِنْ كَانَ اَوَّلُهُ يَوْمَ السَّبْتِ : فَهِيَ لَيْلَةُ ثَلَاثٍ وَعِشْرِيْنَ .


Imam Al Ghozzaly ra dan yang lainnya berpendapat :

Sesungguhnya Lailatul Qodar di bulan Romadlon itu bisa di ketahui dengan melihat hari pertama Romadlon itu di mulai,


1. Jika awal Romadon jatuh pada hari Ahad atau Rabu, maka Lailatul Qodar akan jatuh pada malam ke-29.


2. Jika awal Romadlon jatuh pada hari Senin, maka Lailatul Qodar akan jatuh pada malam ke-21.


3. Jika awal Romadlon jatuh pada hari Selasa atau Jum’at, maka Lailatul Qodar akan jatuh pada malam ke-27.


4. Jika awal Romadlon jatuh pada hari Kamis, maka Lailatul Qodar akan jatuh pada malam ke-25.


5. Jika awal Romadlon jatuh pada hari Sabtu, maka Lailatul Qpdar akan jatuh pada malam ke-23.


وَقَالَ الشَّيْخُ اَبُو الْحَسَنِ الشَّاذِلِي قَدَّسَ ﷲُ سِرَّهُ : مُنْذُ بَلَغْتُ سِنَّ الرِّجَالِ مَا فَاتَتْنِي لَيْلَۃُ الْقَدْرِ بِهٰذِهِ الْقَاءِدَۃِ الْمَذْكُوْرَۃِ


Syech Abul Hasan Asy-Syadzili ra berkata :

“Sejak saya menginjak usia dewasa, Malam Lailatul Qodar tidak pernah meleset dari metode/qoidah tersebut”.


Asy-Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili ra berkata :

"Dengan qoidah ini (rumus Imam Al-Ghozzaly) yang telah sampai kepadaku, aku selalu mendapatkan Lailatul Qodar".


Jika merujuk pada kajian kitab diatas dan pengalaman Para 'Auliya', Maka jika Romadlon tahun ini yaitu tahun 1442 H dimulai hari Selasa...

Insya Alloh pada Malam 27 Romadlon akan terjadi Lailatul Qodar.


2⃣ Kitab Hasyiyah Ash-Shoowy ‘Alal Jalaalain Juz IV halaman 337


فَعَنْ أَبِي الْحَسَنِ الشَّاذِلِي قَدَّسَ ﷲُ سِرَّهُ : إِنْ كَانَ أَوَّلُهُ يَوْمَ الْأَحَدِ فَلَيْلَةُ تِسْعٍ وَعِشْرِيْنَ ، أَوْ يَوْمَ الْإِثْنَيْنِ فَلَيْلَۃُ إِحْدٰی وَعِشْرِيْنَ أَوْ يَوْمَ الثُّلَاثَاءِ فَلَيْلَۃُ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ أَوْ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ فَلَيْلَۃُ تِسْعَةَ عَشَرَ أَوْ يَوْمَ الْخَمِيْسِ فَلَيْلَۃُخَمْسٍ وَعِشْرِيْنَ أَوْ يَوْمَ الْجُمْعَةِ فَلَيْلَۃُسَبْعَةَ عَشَرَ أَوْ يَوْمَ السَّبْتِ فَلَيْلَۃُثَلَاثٍ وَعِشْرِيْنَ


Dari Syekh Abul Hasan Asy-Syadzily ra bahwa :


1. Jika awal Romadlon itu hari Ahad, maka Lailatul Qodar adalah Malam-29


2. Jika awal Romadlon itu hari Senin, maka Lailatul Qodar adalah Malam-21


3. Jika awal Romadlon itu hari Selasa, maka Lailatul Qodar adalah Malam-27


4. Jika awal Romadlon itu hari Rabu, maka Lailatul Qodar adalah Malam-19


5. Jika awal Romadlon itu hari Kamis, maka Lailatul Qodar adalah Malam-25


6. Jika awal Romadlon itu hari Jumat, maka Lailatul Qodar adalah Malam-17


7. Jika awal Romadlon itu hari Sabtu, maka Lailatul Qodar adalah Malam-23


Namun Syech Abul Hasan Asy Syadzily punya sedikit perbedaan qoidah dengan qoidah Imam Al Ghozzaly ra, terletak pada hari Rabu dan Jum'at.


3⃣ Dalam Kitab Hasyiyah Al Bajuri ‘Ala Ibni Qosim Al Ghozy , Juz I halaman 304 :


وَذَكرَ لِذٰلِكَ ضَابِطًا وَقَدْ نَظَّمَهُ بَعْضُهُمْ بِقَوْلِهِ :


وَإِنَّا جَمِيْعًا إِنْ نَصُمْ يَوْمَ جُمْعَةٍ ¤ فَفِي تَاسِعِ الْعِشْرِيْنَ خُذْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ.

وَإِنْ كَانَ يَوْمَ السَّبْتِ أَوَّلُ صَوْمِنَا ¤ فَحَادِي وَعِشْرِيْنَ اعْتَمِدْهُ بِلَا عُذْرٍ.

وَإِنْ هَلَّ يَوْمُ الصَّوْمِ فِي أَحَدٍ فَفِي ¤ سَابِعِ الْعِشْرِيْنَ مَا رُمْتَ فَاسْتَقِرَّ.

وَإِنْ هَلَّ بِالْاِثْنَيْنِ فَاعْلَمْ بِأَنَّهُ ¤ يُوَافِيْكَ نَيْلُ الْوُصْلِ فِي تَاسِعِ الْعِشْرِيْنَ.

وَيَوْمَ الثُّلَاثَا إِنْ بَدَا الشَّهْرُ فَاعْتَمِدْ ¤ عَلٰی خَامِسِ الْعِشْرِيْنَ تُحْظٰی بِهَا فَادْرِ.

وَفِي الْاَرْبِعَا إِنْ هَلَّ يَا مَنْ يَرُوْمُهَا ¤ فَدُوْنَكَ فَاطْلُبْ وُصْلَهَا سَابِعَ الْعِشْرِيْنَ.

وَيَوْمَ الْخَمِيْسِ إِنْ بَدَا الشَّهْرُ فَاجْتَهِدْ ¤ تُوَافِيْكَ بَعْدَ الْعَشْرِ

 فِي لَيْلَةِ الْوِتْرِ.


Beliau menyebutkan penjelasan tentang Lailatul Qodar dan sungguh sebagian 'Ulama telah menadzomkannya sebagai berikut :


1. Jika awal Romadlon hari Jumat, maka Lailatul Qodar Malam-29


2. Jika awal Romadlon hari Sabtu, maka Lailatul Qodar Malam-21


3. Jika awal Romadlon hari Ahad, maka Lailatul Qodar Malam-27


4. Jika awal Romadlon hari Senin, maka Lailatul Qodar Malam-29


5. Jika awal Romadlon hari Selasa, maka Lailatul Qodar Malam-25


6. Jika awal Romadlon hari Rabu, maka Lailatul Qodar Malam-27


7. Jika awal Romadlon hari Kamis, maka Lailatul Qodar di Malam Ganjil setelah Malam-10.


وَقَالَ بَعْضُ الْعَارِفِيْنَ : كُلُّ لَيْلَۃٍ لِلْعَارِفِ بِمَنْزِلَۃِ لَيْلَۃِ الْقَدْرِ


Sedangkan menurut Sebagian Para 'Arifin :

"Semua Malam bagi seorang 'Arif adalah Lailatul Qodar".


وَكَانَ اَبُو الْعَبَّاسِ الْمُرْسِي قَدَّسَ ﷲُ سِرَّهُ يَقُوْلُ : اَوْقَاتُنَا كُلُّهَا لَيْلَۃُ الْقَدْرِ


Dan Syekh Abul 'Abbas Al Mursy ra mengatakan : Waktu-waktu kami semuanya adalah Lailatul Qodar.


Wallohu a'lam

Minggu, 19 Maret 2023

Qodho' Puasa Romadhon

 Perihal Qodho' Puasa Romadhon

1. Qodho' puasa diSunnahkan  dilakukan secara "berkesinambungan" dan "sesegera mungkin". Bahkan kedua-duanya diwajibkan, jika (disebabkan) tidak berpuasa tanpa udzur.


2. Tidak boleh menunda Qodho' puasa hingga Romadhon berikutnya tanpa udzur. Jika menunda (Qodho' puasa) hingga Romadhon berikutnya tiba, maka selain meng-Qodho' puasa diharuskan mengeluarkan Fidyah (1) Mud makanan untuk setiap satu hari-(nya). 


3. Jika  _(masih juga)_ menunda hingga (2) Romadhon berikutnya, maka harus mengeluarkan Fidyah (2) Mud makanan..begitu seterusnya. 


Kewajiban tersebut berlipat-ganda seiring bertambahnya tahun.


📝 *Catatan:*


1 Mud Beras Putih = 679,79 gr. (3/4 liter, dibulatkan 👍7 ons) 


📚 *Referensi:*


al-Fiqhu asy-Syafi'iy al-Muyassar (by: Wahbah Zuhaili): 1/359


وَيُسْتَحَبُّ مُوَالاةُ الْقَضَاءِ وَالمُبادَرَةُ بِهِ وَتجِبُ المُبادَرَةُ وَالْمُوَالاةُ إِنْ أَفْطَرَ بِغَيْرِ عُذرٍ، وَلا يَجُوزُ أنْ يُؤَخِّرَ القضاءَ إلَى رمَضانَ آخَرَ بِغَيْرِ عُذْرٍ، فَإنْ أَخَّرَ لَزِمَهُ مَعَ القَضاءِ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مُدُّ طَعامٍ فَإنْ أخَّرَ رَمَضانَيْنِ فَمُدّانِ، وَهٰكَذا يَتَكَرَّرُ بِتَكَرُّرِ السِّنِيْنَ.



✒️

Senin, 06 Maret 2023

Kaifiyyah Pembacaan Surat Yasin & Doanya pada Malam Nishfu Sya’ban

Ada 4 cara untuk amaliyah nisfu sya'ban, yaitu;


Pertama:

Dari Kitab Kanzunnajah Wassuruur fil Ad’yah Allatii Tasyrahushshuduur karya Syeikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Quds (Kudus) Beliau berkata (di halaman 47-48):


وَقَدْ جُمِعَ دُعَاءٌ مَأْثُوْرٌ مُنَاسِبٌ لِلْحَالِ خَاصٌّ بِلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ مَشْهُوْرٌ، يَقْرَؤُهُ الْمُسْلِمُوْنَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ الْمَيْمُوْنَةَ فُرَادَى وَجَمْعًا فِيْ جَوَامِعِهِمْ وَغَيْرِهَا، يُلَقِّنُهُمْ أَحَدُهُمْ ذَلِكَ الدُّعَاءَ، أَوْ يَدْعُوْ وَهُمْ يُؤَمِّنُوْن كَمَا هُوَ مَعْلُوْمٌ.


Telah dikumpulkan doa ma`tsur dan masyhur yang sesuai dengan keadaan khusus di malam Nashfu Sya’ban. Doa tsb dibaca kaum muslimin pada malam yang berkah, sendirian atau bersama-sama di masjid-masjid mereka dan di tempat lain. Salah satu dari mereka menuntun doa tsb atau dia berdoa sementara yang lainnya mengamininya.


وَكَيْفِيَّتُهُ: تَقْرَأُ أَوَّلًا قَبْلَ ذَلِكَ الدُّعَاءِ بَعْدَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ سُوْرَةَ يَسٍ ثَلَاثًااَلْأُوْلَي : بِنِيَّةِ طُوْلِ الْعُمْرِ . اَلثَّانِية : بِنِيَّةِ دَفْعِ الْبَلَاءِ اَلثَّالِثَةُ : بِنِيَّةِ الْاِسْتِغْنَاءِ عَنِ النَّاسِ


Adapun tata caranya sbb:Setelah usai shalat maghrib, sebelum membaca doa kamu baca surat Yasin tiga kali

Bacaan Yasin Pertama:Diniati agar diberi panjang umur

Bacaan Yasin Kedua:Diniati agar terhindar dari bala

Bacaan Yasin Ketiga:Diniati agar tidak menggantungkan diri dengan orang lain



وَكُلَّمَا تَقْرَأُ السُّوْرَةَ مَرَّةً تَقْرَأُ بَعْدَهَا اَلدُّعَاءَ مَرَّةً


Setiap selesai membaca Surat Yasin kamu iringi dengan membaca Do’a Nishfu Sya’ban


وَهَذَا هُوَ الدُّعَاءُ الْمُبَارَكُ


:Inilah doa yang mubarok (diberkahi) tsb :


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِوَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَـحْبِهِ وَسَـلَّـمَاَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلاَ يُمَنُّ عَلَيْهِ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالْإِكْرَامِ يَا ذَا الطَوْلِ وَالْإِنْعَامِ، لَا إلَهَ اِلَّا اَنْتَ ظَهْرَ اللاَّجِئِيْنَ وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ وَمَأْمَنَ الْخَائِفِيْنَ. اَللَّهُمَّ اِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِيْ عِنْدَكَ شَقِيًّا أَوْ مَحْرُوْمًا أَوْ مَطْرُوْدًا أَوْ مُقْتَرًا عَلَيَّ فِي الرِّزْقِ فَامْحُ الَّلهُمَّ بِفَضْلِكَ شَقَاوَتِيْ وَحِرْمَانِي وَطَرْدِيْ وَاِقْتَارَ رِزْقِيْ وَأَثْبِتْنِيْ عِنْدَكَ فِيْ أُمِّ الْكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ، فَإِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ فِيْ كِتَابِكَ اْلـمُنْزَلِ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكَ اْلـمُرْسَلِ: (يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ) اِلَهِيْ بِالتَّجَلِّي اْلاَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَهْرِ شَعْباَنَ اْلـمُكَرَّمِ الَّتِيْ يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ أَمْرٍ حَكِيْمٍ وَيُبْرَمُ، أَسْأَلُكَ أَنْ تَكْشِفَ عَنَّا مِنَ الْبَلاَءِ مَا نَعْلَمُ وَمَا لَا نَعْلَمُ وَمَا اَنْتَ بِهِ أَعْلَمُ، اِنَّكَ أَنْتَ اْلأَعَزُّ اْلاَكْرَمُ وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.


Kedua:

Riwayat dari Imam Dairobi.Dalam Kitab Kanzunnajah (halaman 48-49) dituturkan:


وَقَالَ الْعَلَّامَةُ الدَّيْرَبِيُّ فِيْ مُجَرَّبَاتِهِ؛ وَمِنْ خَوَاصِّ سُوْرَةِ يس كَمَا قَالَ بَعْضُهُمْ أَنْ تَقْرَأَهَا لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ الأُوْلَى بِنِيَّةِ طُوْلِ اْلعُمْرِ وَالثَّانِيَةُ بِنيَّةِ دَفْعِ الْبَلاَءِ وَالثَّالِثَةُ بِنِيَّةِ اْلإسْتِغْنَاءِ عَنِ النَّاسِ


Imam Dairobi berkata dalam kitab Mujarrobat:Diantara khasiat Surat Yasin, sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama, kamu membacanya tiga kali pada malam Nishfu Sya’ban

Pertama: Diniati agar diberi panjang umur

Kedua: Diniati agar terhindar dari bala

Ketiga: Diniati agar tidak menggantungkan diri dengan orang lain


ثُمَّ تَدْعُوْ بِهَذَا الدُّعَاءِ (عَشْرَ مَرَّاتٍ) يَحْصُلُ الْمُرَادُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى، وَهُوَ:


Kemudian kamu membaca doa ini sepuluh kali. Insya Allah apa yang dikehendaki akan berhasil. Doanya ialah:


إِلَهِيْ جُوْدُك دَلَّنِيْ عَلَيكَ وَإِحْسَانُكَ قَرَّبَنِي إِلَيكَ، أَشْكُوْ إِلَيْكَ مَا لَا يَخفَى عَلَيْكَ وَأَسْأَلُكَ مَا لَا يَعْسُرُ عَلَيْكَ إِذْ عِلمُكَ بِحَالِيْ يَكْفِيْ عَنْ سُؤَالِيْ يَا مُفَرِّجَ كُرَبِ الْمَكْرُوْبِيْنَ فَرِّجْ عَنِّيْ مَا أَنَا فِيْهِ لَا إِلهَ إِلَّا أَنْتَ سُبحَانَكَ إِنِّيْ كُنُتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجِّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِيْنَ.اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلَا يُمَنُّ عَلَيْهِ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ يَا ذَا الطَّوْلِ وَالْإِنْعَامِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ظَهْرَ اللاَّجِيْنَ وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ وَمَأْمَنَ الْخَائِفِيْنَ وَكَنْزَ الطَّالِبِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ كَتَبتَنِيْ عِندَكَ فِيْ أُمِّ الْكِتَابِ شَقِيًّا أَو مَحرُوْمًا أَوْ مَطْرُوْدًا أَوْ مُقْتَرًا عَلَيَّ فِي الرِّزقِ فَامْحُ عَنِّيْ بِفَضْلِكَ شَقَاوَتِيْ وَحِرمَانِيْ وَطَرْدِيْ وَإِقْتَارَ رِزْقِيْ وَأَثْبِتْنِيْ عِنْدَكَ فِيْ أُمِّ الْكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ فِيْ كِتَابِكَ الْمُنْزَلِ عَلَى لِسَانِ نَبيِّكَ الْمُرْسَلِ يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاء وَيُثْبِتُ وَ عِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَاب. وَأَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ بِحَقِّ التَّجَلِّي الْأَعْظَمِ فِيْ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَهْرِ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمِ الَّتِيْ يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ أَمْرٍ حَكِيْمٍ وَ يُبْرَمُ أَنْ تَكْشِفَ عَنِّيْ مِنَ الْبَلَاءِ مَا أَعلَمُ وَمَا لَا أَعْلَمُ فَاغْفِرْ لِيْ مَا أَنْتَ بِهِ أَعلَمُ إِنَّكَ أَنْتَ الْأَعَزُّ الْأَكْرَمُ وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.



===

Ketiga:

Riwayat dari Quthbuzzamaan Syeikh Hasan bin Abdullah Ba’alawi Al Haddad.Dalam Kitab Kanzunnajah (halaman 50 s/d 54) dituturkan:


دُعَاءُ شَعْبَانَ الْمَشْهُوْرُ هُوَ دُعَاءٌ عَظِيْمُ النَّفْعِ، فِيْهِ فَوَائِدُ عَظِيْمَةٌ وَأَدْعِيَةٌ جَلِيْلَةٌ، وَبَعْضُهُ قَدْ وَرَدَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُقْرَأُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، وَقَرِيْبُ الْمَغْرِبِ أَحْسَنُ وَأَوْلَى، جَمَعَهُ سَيِّدُنَا بَرَكَةُ الْوُجُوْدِ وَعُمْدَةُ الْمُحَقِّقِيْنَ وَحَاوِيْ أَسْرَارِ آبَائِهِ الصَّالِحِيْنَ، اَلْعَارِفُ بِاللهِ قُطْبُ الزَّمَانِ، اَلسَّيِّدُ الشَّرِيْفُ بَدْرُ الدِّيْنِ اَلشَّيْخُ اَلْحَسَنُ بْنُ الْقُطْبِ عَبْدِ اللهِ بْنِ بَاعَلَوِيٍّ اَلْحَدَّادُ، نَفَعَ بِهِ وَبِعُلُوْمِهِ آمِينْ.


Doa Sya’ban yang masyhur adalah doa yang agung faedahnya. Didalamnya banyak faedah yang agung dan doa yang mulia. Sebagian doa datang dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Doa tsb dibaca pada malam Nishfu Sya’ban. Dekat dengan Maghrib lebih bagus. Doa tsb dikumpulkan oleh Sayyidunaa Barakatul Wujuud Wa ‘Umdatul Muhaqqiqiin wa Haawi Asraari Abaa`ihiishshaalihiin Al Arif Billaah Quthbuzzamaan Assayyid Asysyariaf Badruddin Asysyaikh Al Hasan bin Al Quthb Abdullah bin Ba’alawi Al Haddaad, Nafa’a Bihii wa Bi’uluumihii, Amin


وَهَذِهِ طَرِيْقُه: تَقْرَأُ أَوَّلَهُ سُوْرَةَ يس (ثَلَاثَ مَرَّاتٍ) اَلْأُوْلَى بِنِيَّةِ طُوْلِ الْعُمْرِ مَعَ التَّوْفِيْقِ لِلطَّاعَةِ،اَلثَّانِيَةُ بِنِيَّةِ الْعِصْمَةِ مِنَ الْآفَاتِ وَالْعَاهَاتِ وَنِيَّةِ سَعَةِ الرِّزْقِ،اَلثَّالِثَةُ لِغِنَى الْقَلْبِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ،


Caranya:Pada awal doa kamu baca Surat Yasin tiga kali

Bacaan Yasin Pertama:Diniati agar diberi panjang umur dengan mendapatkan taufiq untuk thaat

Bacaan Yasin Kedua:Diniati agar terhindar dari marabahaya dan penyakit, serta diniati agar dilapangkan rizqi

Bacaan Yasin Ketiga:Diniati agar hatinya kaya, dan agar diberi husnul khatimah


ثُمَّ تَقْرَأُ الدُّعَاءَ، وَهُوَ هَذَا:


Kemudian kamu baca doa, yaitu:


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِاَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلَا يُمَنُّ عَلَيْهِ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ يَا ذَا الطَّوْلِ وَالْإِنْعَامِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ظَهْرَ اللاَّجِيْنَ وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ وَمَأْمَنَ الْخَائِفِيْنَ اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ كَتَبتَنِيْ عِندَكَ فِيْ أُمِّ الْكِتَابِ شَقِيًّا أَو مَحرُوْمًا أَوْ مُقَتَّرًا عَلَيَّ فِي الرِّزقِ فَامْحُ مِنْ أُمِّ الْكِتَابِ شَقَاوَتِيْ وَحِرمَانِيْ وَتَقْتِيْرَ رِزْقِيْ وَأَثْبِتْنِيْ عِنْدَكَ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ فِيْ كِتَابِكَ الْمُنْزَلِ عَلَى نَبيِّكَ الْمُرْسَلِ يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاء وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَاب. إِلَهِيْ بالتَّجَلِّي الْأَعْظَمِ فِيْ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمِ الَّتِيْ يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ أَمْرٍ حَكِيْمٍ وَ يُبْرَمُ اِكْشِفْ عَنِّيْ مِنَ الْبَلَاءِ مَا أَعلَمُ وَمَا لَا أَعْلَمُ فَاغْفِرْ لِيْ مَا أَنْتَ بِهِ أَعلَمُاَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنْ أَعْظَمِ عِبَادِكَ حَظًّا وَنَصِيْبًا فِيْ كُلِّ شَيْءٍ قَسَمْتَهُ فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ مِنْ نُوْرٍ تَهْدِي بِهِ، أَوْ رَحْمَةٍ تَنْشُرُهَا، أَوْ رِزْقٍ تَبْسُطُهُ، أَوْ فَضْلٍ تَقْسِمُهُ عَلَى عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِيْنَ، يَا اَللهُ يَا اَللهُ يَا اَللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ.اَللَّهُمَّ هَبْ لِيْ قَلْبًا تَقِيًّا نَقِيًّا مِنَ الشِّرْكِ بَرِيًّا، لَا كَافِرًا وَلَا شَقِيًّا، وَقَلْبًا سَلِيْمًا خَاشِعًا ضَارِعًا. اَللَّهُمَّ امْلأْ قَلْبِيْ بِنُوْرِكَ وَأَنْوَارِ مُشَاهَدَتِكَ وَجَمَالِكَ وَكَمَالِكَ وَمَحَبَّتِكَ وَعِصْمَتِكَ وَقُدْرَتِكَ وَعِلْمِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

هَذَا أَقَلُّهُ. وَأَكْمَلُهُ:

---


Doa diatas adalah minimal. Doa yang lebih sempurna adalah sbb:


إِلَهِيْ تَعَرَّضَ إِلَيْكَ فِيْ هذِهِ اللَّيْلَةِ الْمُتَعَرِّضُوْنَ، وَقَصَدَكَ وَأَمَّلَ مَعْرُوْفَكَ وَفَضْلَكَ الطَّالِبُوْنَ، وَرَغَبَ إِلَى جُوْدِكَ وَكَرَمِكَ الرَّاغِبُوْنَ وَلَكَ فِي هذِهِ اللَّيْلَةِ نُفَحَاتٌ، وعَطَايَا وَجَوَائِزُ وَمَوَاهِبُ وَهَبَّاتٌ، تَمُنُّ بِهَا عَلَى مَنْ تَشَاءُ مِنْ عِبَادِكَ وَتَخُصُّ بِهَا مَنْ أَحْبَبْتَهُ مِنْ خَلْقِكَ، وَتَمْــنَعُ وَتَحْرُمُ مَنْ لَمْ تَسْبِقْ لَهُ الْعِنَايَةُ مِنْكَ،

فَأَسْأَلُكَ يَا اللهُ بِأَحَبِّ الأَسْمَاءِ إِلَيْكَ، وَأَكْرَمِ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْكَ، أَنْ تَجْعَلَنِيْ مِمَّنْ سَبَقَتْ لَهُ مِنْكَ الْعِنَايَةُ، وَاجْعَلْنِيْ مِنْ أَوْفَرِ عِبَادِكَ وَاجْزَلِ خَلْقِكَ حَظًّا وَنَصِيْبًا وَقِسْمًا وَهِبَةً وَعَطِيَّةً فِيْ كُلِّ خَيْرٍ تَقْسِمُهُ فِيْ هذِهِ اللَّيْلَةِ أَوْ فِيْمَا بَعْدَهَا مِنْ نُوْرٍ تَهْدِيْ بِهِ أَوْ رَحْمَةٍ تَنْشُرُهَا أَوْ رِزْقٍ تَبْسُطُهُ أَوْ ضُرٍّ تَكْشِفُهُ أَوْ ذَنْبٍ تَغْفِرُهُ أَوْ شِدَّةٍ تَدْفَعُهَا أَوْ فِتْنَةٍ تَصْرِفُهَا أَوْ بَلَاءٍ تَرْفَعُهُ، أَوْ مُعَافَاةٍ تَمُنُّ بِهَا أَوْ عَدُوٍّ تَكْفِيْهِ فَاكْفِنِيْ كُلَّ شَرٍّ وَوَفِّقْنِيَ اللَّهُمَّ لِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ وَارْزُقْنِيَ الْعَافِيَةَ وَالْبَرَكَةَ وَالسَّعَةَ فِي الْأَرْزَاقِ وَسَلِّمْنِيْ مِنَ الرِّجْزِ وَالشِّرْكِ وَالنِّفَاقِ

اَللَّهُمَّ إِنَّ لَكَ نَسَمَاتِ لُطْفٍ إِذَا هَبَّتْ عَلَى مَرِيْضِ غَفْلَةٍ شَفَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ نَفَحَاتِ عَطْفٍ إِذَا تَوَجَّهَتْ إِلَى أَسِيْرِ هَوًى أَطْلَقَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ عِنَايَاتِ إِذَا لَاحَظَتْ غَرِيْقًا فِيْ بَحْرِ ضَلَالَةٍ أَنْقَذَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ سَعَادَاتٍ إِذَا أَخَذَتْ بِيَدِ شَقِيٍّ أَسْعَدَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ لَطَائِفَ كَرَمٍ إِذَا ضَاقَتِ الْحِيْلَةُ لِمُذْنِبٍ وَسَعَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ فَضَائِلَ وَنِعَمًا إِذَا تَحَوَّلَتْ إِلَى فَاسِدٍ أَصْلَحَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ نَظَرَاتِ رَحْمَةٍ إِذَا نَظَرَتْ بِهَا إِلَى غَافِلٍ أَيْقَظَتْهُ،

فَهَبْ لِيَ اللَّهُمَّ مِنْ لُطْفِكَ الْخَفِيِّ نَسَمَةً تَشْفِيْ مَرْضَ غَفْلَتِي، وَانْفَحْنِيْ مِنْ عَطْفِكَ الوَفِيِّ نَفْحَةً طَيِّبَةً تُطْلِقُ بِهَا أَسْرِي مِنْ وَثَاقِ شَهْوَتِيْ، وَالْحَظْنِيْ وَاحْفَظْنِيْ بِعَيْنِ عِنَايَتِكَ مُلَاحَظَةً تُنْقِذُنِيْ بِهَا وَتُنْجِيْنِيْ بِهَا مِنْ بَحْرِ الضَّلَالَةِ, وَآتِنِيْ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، تُبَدِّلُنِي بِهَا سَعَادَةً مِنْ شَقَاوَةٍ وَاسْمَعْ دُعَائِيْ، وَعَجِّلْ إِجَابَتِيْ، وَاقْضِ حَاجَتِيْ وَعَافِنِيْ، وَهَبْ لِيْ مِنْ كَرَمِكَ وَجُوْدِكَ الْوَاسِعِ مَا تَرْزُقُنِيْ بِهِ الْإِنَابَةَ إِلَيْكَ مَعَ صِدْقِ اللَّجَأِ وَقَبُوْلِ الدُّعَاِء، وَأَهِّلْنِيْ لِقَرْعِ بَابِكَ لِلدُّعَاءِ يَا جَوَادُ، حَتَّى يَتَّصِلَ قَلْبِيْ بِمَا عِنْدَكَ، وَتُبَلِّغُنِيْ بِهَا إِلَى قَصْدِكَ يَا خَيْرَ مَقْصُوْدٍ، وَأَكْرَمَ مَعْبُوْدٍ اِبْتِهَالِيْ وَتَضَرُّعِيْ فِيْ طَلَبِ مَعُوْنَتِكَ وَأَتَّخِذُكَ يَا إِلَهِيْ مَفْزَعًا وَمَلْجَأً أَرْفَعُ إِلَيْكَ حَاجَتِيْ وَمَطَالِبِيْ وَشَكَوَايَ، وَأُبْدِي إِلَيْكَ ضُرِّي، وَأُفَوِّضُ إِلَيْكَ أَمْرِي وَمُنَاجَاتِيْ، وَأَعْتَمِدُ عَلَيْكَ فِيْ جَمِيْعِ أُمُوْرِيْ وَحَالَاتِيْ

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ وَهذِهِ اللَّيْلَةَ خَلْقٌ مِنْ خَلْقِكَ فَلَا تَبْلُنِيْ فِيْهَا وَلَا بَعْدَهَا بِسُوْءٍ وَلَا مَكْرُوْهٍ، وَلَا تُقَدِّرْ عَلَيَّ فِيْهَا مَعْصِيَّةً وَلَا زَلَّةً، وَلَا تُثْبِتْ عَلَيَّ فِيْهَا ذَنْبًا، وَلَا تَبْلُنِيْ فِيْهَا إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ، وَلَا تُزَيِّنْ لِيْ جَرَاءَةً عَلَى مَحَارِمِكَ وَلَا رُكُوْنًا إِلَى مَعْصِيَتِكَ، وَلَا مَيْلاً إِلَى مُخَالَفَتِكَ، وَلَا تَرْكًا لِطَاعَتِكَ، وَلَا اِسْتِخْفَافًا بِحَقِّكَ، وَلَا شَكًّا فِيْ رِزْقِكَ، فَأَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ نَظْرَةً مِنْ نَظَرَاتِكَ وَرَحْمَةً مِنْ رَحْمَاتِكَ، وَعَطِيَّةً مِنْ عَطِيَّاتِكَ اللَّطِيْفَةِ، وَارْزُقْنِيْ مِنْ فَضْلِكَ، وَاكْفِنِيْ شَرَّ خَلْقِكَ، وَاحْفَظْ عَلَيَّ دِيْنَ الْإِسْلَامِ، وَانْظُرْ إِلَيْنَا بِعَيْنِكَ الَّتِيْ لَا تَنَامُ، وَآتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (ثلاثا)

إِلَهِيْ بِالتَّجَلِّي الأَعْظَمِ فِيْ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ الشَّهْرِ الأَكْرَمِ، الَّتِيْ يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ أَمْرٍ حَكِيْمٍ وَيُبْرَمُ، اِكْشِفْ عَنَّا مِنَ الْبَلَاءِ مَا نَعْلَمُ وَمَا لَا نَعْلَمُ، وَاغْفِرْ لَنَا مَا أَنْتَ بِهِ أَعْلَمُ (ثلاثا)

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُ مِنْ كُلِّ مَا تَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَاَ تَعْلَمُ وَمَا لَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا أَعْلَمُ وَمَا لَا أَعْلَمُ. اَللَّهُمَّ إِنَّ الْعِلْمَ عِنْدَكَ وَهُوَ عَنَّا مَحْجُوْبٌ، وَلَا نَعْلَمُ أَمْرًا نَخْتَارُهُ لِأَنْفُسِنَا، وَقَدْ فَوَّضْنَا إِلَيْكَ أُمُوْرَنَا، وَرَفَعْنَا إِلَيْكَ حَاجَاتِنَا، وَرَجَوْنَاكَ لِفَاقَاتِنَا وَفَقْرِنَا، فَارْشُدْنَا يَا اَللهُ، وَثَبِّتْنَا وَوَفِّقْنَا إِلَى أَحَبِّ الْأُمُوْرِ إِلَيْكَ وَأَحْمَدِهَا لَدَيْكَ، فَإِنَّكَ تَحْكُمُ بِمَا تَشَاءُ وَتَفْعَلُ مَا تُرِيْدُ، وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظَيْمِ

سُبْحَانَ رَبِكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ


===

Keempat:

Dituturkan oleh Sayyid Murtadha Azzabidi dalam Kitab Ithaafissadaatil Muttaqin, Syarh Ihyaa` Uluumiddin juz 3 halaman 424:


وَقَدْ تَوَارَث الْخَلَفُ عَنِ السَّلَفِ فِيْ إِحْيَاءِ هَذِهِ اللَّيْلَةِ بِصَلَاةِ سِتِّ رَكَعَاتٍ بَعْدَ صَلَاة الْمَغْرِبِ


Ulama khalaf telah mewarisi para ulama salaf dalam menghidupkan malam Nishfu Sya'ban dengan melakukan shalat enam rakaat setelah shalat Maghrib


كُلُّ رَكْعَتَيْنِ بِتَسْلِيْمَةٍ يَقْرَأُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ مِنْهَا بِالْفَاتِحَةِ مَرَّةً وَالْإِخْلَاصِ سِتَّ مَرَّاتٍ


Tiap dua rakaat dengan satu salaman. Setiap satu rakaat membaca surat Al Fatihah satu kali dan Surat Al Ikhlas enam kali


بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ يَقْرَأُ سُوْرَةَ يس مَرَّةً وَيَدْعُوْ اَلدُّعَاءَ الْمَشْهُوْرَ بِدُعَاءِ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ


Usai shalat dua rakaat, membaca Surat Yasin satu kali dan berdoa dengan doa yang telah masyhur yaitu doa malam nisfu sya'ban


وَيَسْأَلُ اللهَ تَعَالَى اَلْبَرَكَةَ فِي الْعُمْرِ

Bacaan pertama dengan berdoa memohon kepada Allah agar diberi keberkahan didalam umurnya


ثُمَّ فِي الثَّانِيَةِ اَلْبَرَكَةَ فِي الرِّزْقِ

Bacaan kedua memohon agar agar diberi keberkahan didalam rizkinya


ثُمَّ فِي الثَّالِثَةِ اَلْبَرَكَةَ فِيْ حُسْنِ الْخَاتِمَةِ

Bacaan ketiga memohon agar diberi keberkahan mendapat predikat husnul Khatimah


وَذَكَرُوْا أَنَّ مَنْ صَلَّى هَكَذَا بِهَذِهِ الْكَيْفِيَّةِ أُعْطِيَ جَمِيْعَ مَا طَلَبَ

Ulama menuturkan bahwa barangsiapa yang melaksanakan shalat seperti tata cara tersebut, akan diberi segala apa yang diinginkan


---

وَهَذِهِ الصَّلَاةُ مَشْهُوْرَةٌ فِيْ كُتُبِ الْمُتَأَخِّرِيْنَ مِنَ السَّادَةِ الصُّوْفِيَّةِ وَلَمْ أَرَ لَهَا وَلَا لِدُعَائِهَا مُسْتَنَدًا صَحِيْحًا فِي السُّنَّةِ اِلَّا اَنَّهُ مِنْ عَمَلِ الْمَشَايِخِ


Shalat ini masyhur didalam kitab-kitab ulama mutaakhkhirin dari Saadat Shufiyyah. Aku belum melihat sandaran yang shahih dari Assunnah mengenai shalat ini dan doanya, hanya saja hal itu adalah termasuk dari amaliyah para Masyayikh.


===

Penutup:

Perihal Membaca Surat Yasin pada Malam Nishfu Sya’banDikutip dari Kitab SYAHRU SYA’BAAN MAA DZAA FIIH?, karya Sayyid Dr. Muhammad bin Alawi Al Maaliki, halaman 23


قِرَاءَةُ يس لِقَضَاءِ الْحَوَائِجِقِرَاءَةُ يس بِنِيَّةِ طَلَبِ الْخَيْرِ الدُّنْيَوِيِّ وَالْأُخْرَوِيِّ أَوْ قَرِاءَةُ الْقُرْآنِ كُلِّهِ لِذَلِكَ لَا حَرَجَ فِيْهِ وَلَيْسَ بِمَمْنُوْعٍ .

وَقَدِ ادَّعَى بَعْضُهُمْ أَنَّ ذَلِكَ حَرَامٌ أَوْ مَمْنُوْعٌ أَوْ بِدْعَةٌ سَيِّئَةٌ إِلَى آخِرِ الْقَائِمَةِ الْمَعْرُوْفَةِ الْمَشْهُوْرَةِ فِيْ هَذَا الْبَابِ وَالَّتِيْ نَسْمَعُهَا مُطْلَقَةً فِيْ كُلِّ مُسْتَحْدَثٍ جَدِيْدٍ دُوْنَ شَرْطٍ أَوِ احْتِرَازٍ أَوْ تَقْيِيْدٍ ، وَهَذَا نَصُّ كَلَامِهِمْ : مَا يَفْعَلُهُ عَامَّةُ النَّاسِ مِنْ قِرَاءَةِ سُوْرَةِ يس ثَلَاثَ مَرَّاتٍ : مَرَّةٌ بِنِيَّةِ طُوْلِ الْعُمُرِ مَعَ التَّوْفِيْقِ لِلطَّاعَةِ ، اَلثَّانِيَةُ بِنِيَّةِ الْعِصْمَةِ مِنَ الْآفَاتِ وَالْعَاهَاتِ وَنِيَّةِ سَعَةِ الرِّزْقِ ، اَلثَّالِثَةُ لِغِنَى الْقَلْبِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ ، وَالصَّلَاةُ الَّتِيْ يُصَلُّوْنَـهَا بَيْنَ الدُّعَاءِ ، وَالصَّلَاةُ بِنِيَّةٍ خَاصَّةٍ لِقَضَاءِ حَاجَةٍ مُعَيَّنَةٍ ، كُلُّ ذَلِكَ بَاطِلٌ لَا أَصْلَ لَهُ وَلَا تَصِحُّ الصَّلَاةُ إِلَّا بِنِيَّةٍ خَالِصَـةٍ للهِ تَعَالَى لَا لِأَجْلِ غَرَضٍ مِنَ الْأَغْرَاضِ ، قَالَ تَعَالَى : ﴿ وَمَا أُمِرُوْا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ﴾ سورة البينة ، آية 5 . هَذَا كَلَامُ الْمُنْكِرِيْنَ .

أَقُوْلُ : إِنَّ هَذِهِ الدَّعْوَى هِيَ بِنَفْسِهَا بَاطِلَةٌ لِأَنَّـهَا مَبْنِيَّةٌ عَلَى قَوْلٍ لَا دَلِيْلَ عَلَيْهِ ، وَفِيْهِ تَحَكُّمٌ وَتَحْجِيْرٌ لِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ . وَالْحَقُّ أَنَّهُ لَا مَانِعَ أَبَدًا مِنِ اسْتِعْمَالِ الْقُرْآنِ وَالْأَذْكَارِ وَالْأَدْعِيَةِ لِلْأَغْرَاضِ الدُّنْيَوِيَّةِ وَالْمَطَالِبِ الشَّخْصِيَّةِ وَالْحَاجَاتِ وَالْغَايَاتِ وَالْمَقَاصِدِ بَعْدَ إِخْلَاصِ النِّيَّةِ للهِ فِيْ ذَلِكَ ، فَالشَّرْطُ هُوَ إِخْلَاصُ النِّيَّةِ فِي الْعَمَلِ للهِ تَعَالَى . وَهَذَا مَطْلُوْبٌ فِيْ كُلِّ شَيْئٍ مِنْ صَلَاةٍ وَزَكَاةٍ وَحَجٍّ وَجِهَادٍ وَدُعَاءٍ وَقِرَاءَةِ قُرْآنٍ ، فَلَا بُدَّ فِيْ صِحَّةِ الْعَمَلِ مِنْ إِخْلَاصِ النِّيَّةِ للهِ تَعَالَى ، وَهُوَ مَطْلُوْبٌ لَا خِلَافَ فِيْهِ بَلْ إِنَّ الْعَمَلَ إِذَا لَمْ يَكُنْ خَالِصًا للهِ تَعَالَى فَإِنَّهُ مَرْدُوْدٌ ، قَالَ تَعَالَى : ﴿ وَمَا أُمِرُوْا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ﴾ ، لَكِنْ لَا مَانِعَ مِنْ أَنْ يُضِيْفَ الْإِنْسَانُ إِلَى عَمَلِهِ مَعَ إِخْلَاصِهِ مَطَالِبَهُ وَحَاجَاتِهِ الدِّيْنِيَّةَ وَالدُّنْيَوِيَّةَ ، اَلْحِسِّيَّةَ وَالْمَعْنَوِيَّةَ ، اَلظَّاهِرَةَ وَالْبَاطِنَةَ .

وَمَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ يس أَوْ غَيْرَهَا مِنَ الْقُرْآنِ للهِ تَعَالَى طَالِبًا اَلْبَرَكَةِ فِي الْعُمُرِ وَالْبَرَكَةَ فِي الْمَالِ وَالْبَرَكَةَ فِي الصِّحَّةِ فَإِنَّهُ لَا حَرَجَ عَلَيْهِ . وَقَدْ سَلَكَ سَبِيْلَ الْخَيْرِ ( بِشَرْطِ أَنْ لَا يَعْتَقِدَ مَشْرُوْعِيَّةَ ذَلِكَ بِخُصُوْصِهِ ) فَلْيَقْرَأْ يس ثَلَاثًا أَوْ ثَلَاثِيْنَ مَرَّةً أَوْ ثَلَاثَمِائَةِ مَرَّةٍ ، بَلْ لِيَقْرَأْ الْقُرْآنَ كُلَّهُ للهِ تَعَالَى خَالِصًا لَهُ مَعَ طَلَبِ قَضَاءِ حَوَائِجِهِ وَتَحْقِيْقِ مَطَالِبِهِ وَتَفْرِيْجِ هَمِّهِ وَكَشْفِ كَرْبِهِ وَشِفَاءِ مَرَضِهِ وَقَضَاءِ دَيْنِهِ ، فَمَا الْحَرَجُ فِيْ ذَلِكَ ؟ وَاللهُ يُحِبُّ مِنَ العَبْدِ أَنْ يَسْأَلَهُ كُلَّ شَيْئٍ حَتَّى مِلْحَ الطَّعَامِ وَإِصْلَاحَ شَسْعِ نَعْلِهِ وَكَوْنُهُ يُقَدَّمُ بَيْنَ يَدَيْ ذَلِكَ سُوْرَةُ يس أَوِ الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هُوَ إِلَّا مِنْ بَابِ التَّوَسُّلِ بِالْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ وَبِالْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَذَلِكَ مُتَّفَقٌ عَلَى مَشْرُوْعِيَّتِهِ


Wallaahu A’lamu bishshawaab

MAKAN SAHUR SEBAGAI NIAT PUASA

Deskripsi   Mas'alah :

Assalamu’alaikum wr.wb. 


kabg amir lupa melakukan niat di waktu malam saat melakukan puasa Ramadan, tetapi kang Amir bangun di waktu malam dan makan sahur. 


*pertanyaan*:


Dalam keadaan demikian, apakah puasa kang amir tetap dinilai sah atau tidak?



JAWABAN :


➡️Menurut sebagian ulama, jika kita bangun di waktu malam dan makan sahur, maka kita sudah dianggao melakukan niat untuk melakukan puasa. Karena itu, meskipun kita tidak melakukan niat di waktu malam, baik sengaja watau lupa, asalkan kiat makan sahur, maka puasa kita dinilai sah. 


➡️ menurut sebagian ulama yang lain, makan sahur tidak cukup untuk menggantikan niat. Karena itu, jika kita makan sahur namun tidak melakukan niat, sebagaimana niat puasa pada umumnya baik sengaja atau lupa, maka kita dinilai tidak berniat untuk berpuasa dan karena itu puasa kita dinilai tidak sah. 


*catatan pertimbangan*:

1.  Al Mutawalli berkata: Jika seseorang melakukan sahur agar kuat puasa atau berniat sahur pada awal malam atau akhir malam agar kuat puaaa maka ini tidak dinilai niat karena tidak ada tujuan mengerjakan ibadah.

 2. Ar-Rafi'i berkata: Al Qadhi Abu Al Makarim dalam kitab Al uddah berkata: Jika pada malam hari ia berkata: "Aku hendak sahur agar kuat puasa", rnaka niatrya dianggap tidak cukup.

 3. Ar-rafii berkata : Sebagian ulama' menukil dari catatan hukum yang ditulis oleh Abu Al-Abbas Ar-Ruyani, bahwa jika seseorang berkata: "Aku hendak sahur untuk puasa atau minum agar tidak kehausan pada siang hari, atau berhenti makan, minum dan bersenggama karena takut masuk fajar", maka itu dinilai sebagai niat. 

4. Ar-Raf i berkata: Dan inilah yang benar, selama terbersit dalam benaknya ibadah puasa dengan ciri-ciri yang dibenarkan,karena jika ia sahur untuk puasa hari demikian maka ia berarti telah bermaksud mengerjakannya.


*refrensi* :


Dalam kitab I’anah at-Thalibin diterangkan seperti ini ;


وَفَرْضُهُ اَيِ الصَّوْمِ نِيَةٌ بِِالْقَلْبِ وَلَا يُشْْتَرَطُ التَّلَفُظُ بِهَا بَلْ يُنْدَبُ وَلَا يُجْزِىءُ عَنْهَا التَّسَحُّرُ وَإِنْ قَصَدَ بِهِ التَّقَوِّيَ عَلَى الصَّوِمِ وَلَا الْاِمْتِنَاعُ مِنْ تَنَاوُلِ مُفْطِرٍ خَوْفَ الْفَجْرِ مَا لَمْ يُخْطِرْ بِبَالِهِ الصَّوْمَ بِالصِّفَاتِ الَّتِى يَجِبُ التَّعَرُضُ لَهُ فِى النِّيًةِ

“Niat dalam hati menjadi fardunya puasa, tidak disyaratkan untuk melafalkan niat, hanya sunah saja. Tidak cukup makan sahur sebagai pengganti niat, meski saat makan sahur ia bermaksud agar kuat berpuasa. Tidak cukup juga (Sebagai pengganti niat) seseorang menahan diri untuk tidak melakukan perkara yang membatalkan puasa dikarenakan khawatir fajar sudah terbit. (Semua itu) Selama di dalam hatinya tidak terbesit puasa serta sifat-sifatnya yang wajib disebutkan saat niat.”


الثَّانِيَةُ) قَالَ الْمُتَوَلِّي لَوْ تَسَحَّرَ لِيَقْوَى عَلَى الصَّوْمِ أَوْ عَزَمَ فِي أَوَّلِ اللَّيْلِ أَنْ يَتَسَحَّرَ فِي آخِرِهِ لِيَقْوَى عَلَى الصَّوْمِ لَمْ يَكُنْ هَذَا نِيَّةً لِأَنَّهُ لَمْ يُوجَدْ قَصْدُ الشُّرُوعِ فِي الْعِبَادَةِ وَقَالَ الرَّافِعِيُّ قَالَ الْقَاضِي أَبُو الْمَكَارِمِ فِي الْعُدَّةِ لَوْ قَالَ فِي اللَّيْلِ أَتَسَحَّرُ لِأَقْوَى عَلَى الصَّوْمِ لَمْ يَكْفِ هَذَا فِي النِّيَّةِ قَالَ وَنَقَلَ بَعْضُهُمْ عَنْ نَوَادِرِ الْأَحْكَامِ لِأَبِي الْعَبَّاسِ الرُّويَانِيِّ أَنَّهُ لَوْ قَالَ أَتَسَحَّرُ لِلصَّوْمِ أَوْ أَشْرَبُ لَدَفْعِ الْعَطَشِ نَهَارًا أَوْ امْتَنَعَ مِنْ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ مَخَافَةَ الْفَجْرِ كَانَ ذَلِكَ نِيَّةً لِلصَّوْمِ قَالَ الرَّافِعِيُّ وَهَذَا هُوَ الْحَقُّ إنْ خَطَرَ بِبَالِهِ الصَّوْمُ بِالصِّفَاتِ الْمُعْتَبَرَةِ لِأَنَّهُ إذَا تَسَحَّرَ لِيَصُومَ صَوْمَ كَذَا فَقَدْ قَصِدَهُ

Kedua: Al Mutawalli berkata: Jika seseorang melakukan sahur agar kuat puasa atau berniat sahur pada awal malam atau akhir malam agar kuat puaaa maka ini fidak dinilai niat karena tidak ada tujuan mengerjakan ibadah. Ar-Rafi'i berkata: Al Qadhi Abu Al Makarim dalam kitab Al uddah berkata: Jika pada malam hari ia berkata: "Aku hendak sahur agar kuat puasa", rnaka niatrya dianggap tidak cukup. Ia berkata:*Sebagian mereka menukil dari catatan hukum yang ditulis oleh Abu Al-Abbas Ar-Ruyani, bahwa jika ia berkata: "Aku hendak sahur untuk puasa atau minum agar tidak kehausan pada siang hari, atau berhenti makan, minum dan bersenggama karena takut masuk fajar", maka itu dinilai sebagai niat.* Ar-Raf i berkata: Dan inilah yang benar, selama terbersit dalam benaknya ibadah puasa dengan ciri-ciri yang dibenarkan,karena jika ia sahur untuk puasa hari demikian maka ia berarti telah bermaksud mengerjakannya.

[النووي ,المجموع شرح المهذب ,6/298]


Raudhatuth thalibin juz 2, 351


قَالَ الْقَاضِي أَبُو الْمَكَارِمِ فِي «الْعُدَّةِ» : لَوْ قَالَ: أَتَسَحَّرُ لِأَقْوَى عَلَى الصَّوْمِ، لَمْ يَكْفِ هَذَا فِي النِّيَّةِ. وَنَقَلَ بَعْضُهُمْ عَنْ «نَوَادِرِ الْأَحْكَامِ» لِأَبِي الْعَبَّاسِ الرُّويَانِيِّ: أَنَّهُ لَوْ قَالَ: أَتَسَحَّرُ لِلصَّوْمِ، أَوْ شَرِبَ لِدَفْعِ الْعَطَشِ نَهَارًا، أَوِ امْتَنَعَ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ مَخَافَةَ الْفَجْرِ. كَانَ ذَلِكَ نِيَّةً لِلصَّوْمِ. وَهَذَا هُوَ الْحَقُّ إِنْ خَطَرَ بِبَالِهِ الصَّوْمُ بِالصِّفَاتِ الَّتِي يُشْتَرَطُ التَّعَرُّضُ لَهَا، لِأَنَّهُ إِذَا تَسَحَّرَ لِيَصُومَ صَوْمَ كَذَا، فَقَدْ قَصَدَهُ.


Dalam kitab Al Uddah, Al Qadhi Abu Al Makarim berkata, "Apabila seseorang berkata, 'Aku makan sahur agar marnpu bertahan dalam menjalankan puasa' maka ini belum cukup untuk dikatakan sebuah niat puasa."Sebagian ulama mengutip dari kitab Nawadir Al Ahkam karya Abu Al-Abbas Ar-Ruyani berkata, "Jika seseorang berkata, 'Aku makan sahur untuk puasa, atau minum agar mampu menahan haus di siang hari, atau aku menghindari dari makan, minum dan bersetubuh karena takut fajar tiba." Hal demikian sudah termasuk niat untuk puasa. Inilah pendapat yang benar, yaitu niat sudah terwujud apabila tersirat dalam pikiran seseorang untuk puasa hanya dengan menyebutkan sifat-sifatnya. Karena ketika ia makan sahur diniatkan untuk puasa tertentu, maka ia telah bermaksud untuk melaksanakan puasa tersebut.


أسنى المطالب

(وَلَوْ تَسَحَّرَ لِيَصُومَ) أَوْ شَرِبَ لِدَفْعِ الْعَطَشِ نَهَارًا (أَوْ امْتَنَعَ مِنْ الْأَكْلِ) أَوْ الشُّرْبِ أَوْ الْجِمَاعِ (خَوْفَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَهُوَ نِيَّةٌ إنْ خَطَرَ بِبَالِهِ صَوْمُ فَرْضِ رَمَضَانَ) لِيَتَضَمَّنَ كُلٌّ مِنْهَا قَصْدَ الصَّوْمِ وَعِبَارَةُ أَصْلِهِ إنْ خَطَرَ بِبَالِهِ الصَّوْمُ بِالصِّفَاتِ الَّتِي يُشْتَرَطُ التَّعَرُّضُ لَهَا  (لَا إنْ تَسَحَّرَ لِيَقْوَى) عَلَى الصَّوْمِ *فَلَا يَكْفِي فِي النِّيَّةِ وَهَذَا مَحْذُوفٌ فِي بَعْضِ النُّسَخِ وَثُبُوتُهُ فِي بَقِيَّتِهَا يَقْتَضِي أَنَّ الْمُصَنِّفَ فَهِمَ مِنْ كَلَامِ أَصْلِهِ* أَنَّهُ لَا يَكْفِي مُطْلَقًا وَهُوَ ظَاهِرُ كَلَامِهِ بِبَادِئِ الرَّأْيِ *لَكِنَّ الْحَقَّ أَنَّهُ يَكْفِي إنْ خَطَرَ بِبَالِهِ الصَّوْمُ وَكَلَامُ الْأَصْلِ صَالِحٌ لِأَخْذِهِ مِنْهُ*

*لَكِنَّ الْحَقَّ أَنَّهُ يَكْفِي إنْ خَطَرَ بِبَالِهِ الصَّوْمُ وَكَلَامُ الْأَصْلِ صَالِحٌ لِأَخْذِهِ مِنْهُ*

tapi yg benar yen terbesit dalam hatinya puasa Ramadhan dianggap cukup, padahal orang sahur mestinya terbesit besok puasa Ramadhan, sbb aneh jika ia sahur tidak terbersit puasa

hanya saja mushonif guna menjelaskan ada di beri embel-embel *khotoro bibalihi*  agar yg sering gagal faham 😀🤭 memperhatikan ada terbersit puasa esok hari 😀🤭



Wallohu a'lam

FARDHU-FARDHU PUASA

 

(وَفَرَائِضُ الصَّوْمِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ)

أَحَدُهَا (النِّيَةُ) بِالْقَلْبِ

Fardlu-fardlunya puasa ada empat perkara.

Salah satunya adalah Niat di dalam Hati


*KETERANGAN*


*Hasyiah Bajuri jilid 1 halaman 288*


FARDHU PUASA YANG PERTAMA *NIAT*


(قوله النية) أى لقوله صلى الله عليه وسلم انما الاعمال بالنيات 


*Dalil wajib Niat*

Karena Sabdanya Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam : Hanya Sanya segala Amalan itu butuh kepada Niat


*PENDAPAT IMAM SYAFI'I*


ولابد من النية لكل يوم لان صوم كل يوم عبادة مستقله لتخلل ما يناقض الصوم بين اليومين كالصلاتين يتخللهما السلام


Seseorang mesti Niat untuk setiap hari dimalam nya(artinya tidak boleh 1Niat untuk 1bulan puasanya), Alasannya :

*Karena* Puasa itu Setiap harinya itu ibadah yang terpisah (Antara 1hari dengan hari selanjutnya itu ibadah yang berbeda) Karena di selangi oleh hal-hal yang membatalkan puasa Antara 2 hari ,Sama Seperti 2 Shalat yang di selangi antara 2 shalat oleh Salam,


*PENDAPAT IMAM MALIK*

 

وعند الامام مالك أنه يكفى نية صوم جميع الشهر في أول ليلة منه 


“Menurut pendapat IMAM Malik diperbolehkan puasa satu bulan hanya dengan niat satu kali pada malam pertama ramadan,


وللشافعي تقليده في ذلك لئلا ينسى النية في ليلة فيحتاج للقضاء


Dan bagi mazhab Syafi’iyah boleh mengikuti (taklid) terhadap pendapat tersebut agar ketika suatu hari lupa niat puasa maka tetap berpuasa dan tidak wajib mengqadhanya.”



*KETERANGAN*

-Apabila seseorang tidak taqlid di malam pertama pada Imam malik maka jika lupa Niat di malam harinya ,puasa Orang tersebut tidak di hitung(wajib imsak) Dan Wajib Menqadha nya


-Adapun jika  pada malam pertama ,kita Taqlid kepada Imam Malik, Andai lupa Niat di malam hari setelahnya ,Maka keesokan harinya ,ia tetap berpuasa (puasanya  terhitung) dan tidak wajib qadha 


*SUDAH DI ANGGAP NIAT*


 ولو أكل أو شرب - خوفا من الجوع أو العطش نهارا أو امتنع من الاكل أو الشرب أو الجماع خوف طلوع الفجر فان خطر بباله - الصوم بالصفات التي يشترط التعرض لها كفى ذلك فى النية لتضمنه قصد الصوم وهو حقيقة النية والا فلا  وهذا التفصيل هو المعتمد


1-Jika seseorang makan atau minum di waktu malam nya karena takut lapar atau haus pada  siang hari ..!!


2-Atau tidak mau makan  atau minum atau jima' karena takut terbit fajar(waktu subuh)


Maka dalam 2 kasus di atas *Sudah di anggap Niat* Dengan Syarat Terbesit di hati nya Dengan Sifat-sifat puasa ,maka ketika itu sudah di anggap niat ,karena 2kasus diatas mengandung  Tujuan puasa dan inilah hakikat dari pada Niat.


Adapun jika tidak terbesit  sifat-sifat puasa pada 2kasus diatas ,maka tidak di anggap Niat.

Uraian di atas didasari atas pendapat yang Mu'tamad.


------------------------------------------------------------------

*CATATAN:*

Maksud sifat puasa adalah sebagaimana disebutkan dalam hasyiah I'anatut Tholibin


واعلم أن الصوم هو الإمساك عن المفطرات وأن 

صفاته كونه عن رمضان أو عن نذر أو كفارة


Ketahuilah bahwa puasa itu menahan diri dari segala membatalkan ,Dan sifat nya puasa Yaitu keadaannya puasa : apakah keadaan puasa kita itu ramadhan atau Puasa nazar atau puasa kafarat !

----------------------------------------------------------------


(قوله بالقلب) فهو محلها المعتبر شرعا ولابد أن يستحضر حقيقة الصوم التي هي الامساك عن المفطر جميع النهار مع ما يجب فيه من كونه من رمضان مثلا ثم يقصد ايقاع هذا المستحضر  


Perkataan musannif *dengan hati* 

Hati merupakan tempat Niat yang di perhitungkan(dianggap sah) dalam Syara' 

Dan Mesti bagi seseorang menghadirkan hakikat puasa ,!!


*Hakikat puasa* Yaitu Menahan diri dari yang membatalkan puasa pada siang hari dan di sertai dengan sesuatu yang wajib pada keadaannya di hari ramadhan , Kemudian setelah itu baru seseorang menyengaja seseorang menjatuhkan ini hakikat puasa yang di hadirkan tadi di dalam hatinya.


*Keterangan*

ketika seseorang Niat , misal *Aku puasa ramadhan esok* maka orang tersebut sudah paham terhadap apa yang di Niat kan nya, sudah mengerti hakikat puasa ,seperti yang disebutkan di atas


ولا تكفى النية باللسان دون القلب ولا يشترط النطق بها قطعا كما قاله فى الروضة لكنه يندب ليساعد اللسان القلب


Dan tidak mencukupi Niat dengan lisan saja Tanpa niat dalam hati ,Dan tidak disyaratkan Niat dengan Ucapan ,Sebagaimana berkata Imam Nawawi dalam kitab Raudhah di Sunatkan Niat dengan lisan supaya membantu hati.


Wallahu a'lam


Jumat, 24 Februari 2023

Biografi Lalat

❁❅━━━━┉┉┈

🪰 

----------------------

والذباب مركب من ذُب أب أي طُرد رجع لأنه كلما طرد رجع. ولا يعيش أكثر من أربعين يوما وكله في النار لتعذيب أهلها لا تعذيبه، وكان لا يقع على جسده صلى الله عليه وسلم ولا على ثيابه، وهو أجهل الخلق لأنه يلقى نفسه على ما فيه هلاكه واسمه أبو حمزة . 

[الباجوري، ١/ ٨٦]


Dzubab (lalat) tersusun dari 2 kata ; ذُبَّ (diusir) dan آبَ (kembali) yakni diusir-kembali lagi. Dinamakan demikian sebab setiap kali lalat diusir dia kembali lagi. Umur hidupnya tidak lebih dari 40 hari. Semua lalat ditempatkan di neraka. Untuk menyiksa ahli neraka bukan untuk menyiksa si lalat. Lalat tidak pernah hinggap pada jasad Rasulullah maupun pakaian beliau. Lalat merupakan makhluk paling bodoh sebab menceburkan dirinya sendiri pada sesuatu yang dapat membunuhnya. Nama panggilan (kunyahnya) Abu Hamzah.

 

✿❁ ═══════    

Rabu, 22 Februari 2023

HUKUM UANG SAKU UNTUK GURU WAKTU WISATA

*ᴅᴇsᴋʀɪᴘsɪ Masalah*

Ketika ada agenda wisata  di sekolah atau pembuatan seragam atau pembelian buku - buku paket, para guru biasanya mendapatkan ceperan (persenan) uang yang di bagi - bagi  kepada seluruh guru.


illustrasi :

Wisata biaya 6 juta, jumlah murid 160, iuran 50ribu. Sehingga hasil iurannya 8 juta, sisa 2 juta, dibagi2 ke guru.


*ᴘᴇʀᴛᴀɴʏᴀᴀɴɴʏᴀ*

1. Bolehkah guru secara umum (baik menjadi panitia atau tidak) meneria uang lebihan tersebut sebagai bentuk upah capek ?

2. bolehkah guru selaku panitia menganggarkan biaya sebagai bentuk upah capek?

 🅢🅐🅘🅛 @Gus @⁨ahmada


*Jawaban*

1. Diperinci  sebagai berikut :

a) Jika yang menerima uang ceperan tersebut guru yang menjadi panitia maka hukumnya boleh karena setatusnya wakil dari pihak lembaga (wakalah biju'lin)


*Catatan*:

Dari awal upah panitia harus jelas dan menerimanya dengan  konsep ridho bi ridho


Semisal:

Iuran 50 ribu Uang capek guru 5 ribu uang biaya wisata 45 ribu hal itu jika diketahui atau ada dugaan kuat bahwa para wali murid ikhlas. Dan jika dugaan kuat itu salah, maka guru2 wajib mengembalikan uang itu kepada wali murid.


b). Jika yang menerima uang ceperan tersebut guru yang tidak terlibat panitia maka tidak boleh karena tidak terjadi wakalah biju'lin.


*Catatan*:

Guru yang tidak menjadi panitia bisa saja dapat dari "Hibah" bagian dari guru2 yang dapat ceperan dari upahnya selaku panitia (konsep wakalah biju'lin)

~ boleh bila wali murid ada dugaan kuat meridhoi (konsep ridho bi ridho)


Referensi:


📚حاشية البجيرمي ج٣ ص١٣٧

وَ) الْوَكَالَةُ وَلَوْ بِجُعْلٍ غَيْرُ لَازِمَةٍ مِنْ جَانِبِ الْمُوَكِّلِ وَالْوَكِيلِ فَيَجُوزُ (لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا فَسْخُهَا مَتَى شَاءَ) وَلَوْ بَعْدَ التَّصَرُّفِ سَوَاءً أَتَعَلَّقَ بِهَا حَقٌّ ثَالِثٌ كَبَيْعِ الْمَرْهُونِ أَمْ لَا.


📚حاشية البجيرمي ج٣ص١٣٧

قَوْلُهُ: (وَلَوْ بِجُعْلٍ) الْغَايَةُ لِلرَّدِّ عَلَى الْقَوْلِ الضَّعِيفِ الْقَائِلِ بِأَنَّهَا إذَا كَانَتْ بِجُعْلٍ تَكُونُ لَازِمَةً لِأَنَّهَا إجَارَةٌ فِي الْمَعْنَى، وَقَدْ صَرَّحَ م ر بِاشْتِرَاطِ الْقَبُولِ لَفْظًا فِيمَا إذَا كَانَتْ الْوَكَالَةُ بِجُعْلٍ وَعَلَى كَوْنِهَا جِعَالَةً لَا يَسْتَحِقُّ الْجُعْلَ إلَّا بَعْدَ تَمَامِ الْعَمَلِ.


📚الفقه المنهجي ج٧ص١٨٦

التوكيل بجُعْل:الوكالة صحيحة سواء أجعل الموكِّل شيئاً مقابل ذلك أم لم يجعل. فقد ثبت أنه صلى الله عليه وسلم وكَّل ولم يعط شيئاً على العمل، كما أنه كان يوكِّل السُعاة بجمع الزكاة ويعطيهم على ذلك أجراً يجعله لهم مقابل عملهم. *وفي حال كونها بجعل يشترط أن يكون الجعل معلوماً،* فلا يصح ما يفعله الناس اليوم من إعطاء المحامين نسبة مئوية من مال القضية التي يربحونها كأتعاب لهم. كما لا يصح اعطاء جباة الجمعيات ونحوها نسبة مئوية مما يجبونه من اموال، وكذلك إعطاء أصحاب المكاتب العقارية نسبة مئوية من قيمة ما يبيعونه. والمشروع في ذلك كله تحديد جُعْل يُتّفق عليه قبل بدء العمل وعند التوكيل. ويستحق هذا الجعل عند الانتهاء من العمل الموكل فيه.


📚 نهاية الزين ص ٢٥٠

أما الوكالة بجعل فلا بد فيها من القبول فورا لفظا ولا فرق بين كون التوكيل بصيغة الأمر أو غيره كما أفاده الشبراملسي خلافا لابن حجر وذلك فيما إذا كان العمل الموكل فيه مضبوطا لتكون الوكالة حينئذ إجارة 


📚 الفقه المنهجي ج٧ص١٨٦

 صفة يد الوكيل:يد الوكيل على ما وكّل فيه يد أمانة، فلا يضمن إلا بالتعدِّي، حتى ولو كانت الوكالة بجُعْل، لأن الوكيل نائب عن الموكِّل في التصرّف فيما تحت يده، فكانت يده كيده، فكما ان المالك لا يضمن ما تلف في يده من ملكه فكذلك وكيله.وأيضاًفإن الوكالة إرفاق وتعاون من الوكيل، والضمان ينافي ذلك وينفّر عنه، ويجعل الناس يمتنعون عنها، فيكون في ذلك حرج، فإذا تعدَى كأن استعمل ما وكل ببيعه او شرائه، او ضاع منه ولم يدر كيف ضاع، او وضعه في مكان ثم نسيه، او خالف الموكل فإنه يضمن في ذلك كله.


📚 الفتاوى الكبرى ج٤ص١١٦

(وسُئِلَ) بِما لَفْظُهُ هَلْ جَوازُ الأخْذ بِعِلْمِ الرِّضا مِن كُلِّ شَيْءٍ أمْ مَخْصُوصٌ بِطَعامِ الضِّيافَةِ؟

(فَأجابَ) بِقَوْلِهِ الَّذِي دَلَّ عَلَيْهِ كَلامُهُمْ أنَّهُ غَيْر مَخْصُوصٍ بِذَلِكَ وصَرَّحُوا بِأنَّ غَلَبَةَ الظَّنِّ كالعِلْمِ فِي ذَلِكَ وحِينَئِذٍ فَمَتى غَلَبَ ظَنُّهُ أنَّ المالِكَ يَسْمَحُ لَهُ بِأخْذِ شَيْءٍ مُعَيَّنٍ مِن مالِهِ جازَ لَهُ أخْذُهُ ثُمَّ إنْ بانَ خِلافُ ظَنّه لَزِمَهُ ضَمانُهُ وإلّا فَلا.


📚حاشية الباجوري ج٢ص١٢٨

وعلم من ذالك أنه يجوز للإنسان أن يأخذ من مال غيره ما يظن رضاه به من دراهم وغيرها ويختلف ذالك باختلاف الناس والأموال فقد يسمح لشخص دون آخر وبمال دون آخر وينبغى له مراعاة النصفة مع الرفقة فلا يأخذ الا ما يخصه لا ما يزيد عليه من حقهم الا أن يرضوا بذالك عن طيب التفس لا عن حياء


📚 إعانة الطالبين ج٣ص٣٢٨-٣٢٩

(قوله ويجوز للإنسان أخذ من نحو طعام صديقه) اى يجوز له أن يأخذ من طعام صديقه وشرابه ويحمله الى بيته قال فى التحفة وإذا جوزنا له الأخذ فالذى يظهر أنه إن ظن الأخذ بالبدل كان قرضا ضمينا او بلا بدل توقف الملك على ما ظنه (قوله ويختلف) اى ظن الرضا وعبارة غيره وتختلف قرائن الرضا فى ذالك باختلاف الأحوال ومقادير الأموال


2. Boleh, karena terjadi wakalah biju'lin dan wakalah biju'lin  upahnya  harus ma'lum (jelas).


Referensi: 

Idem.

___________

*Susunan Tim ahli grup OSS*

 *kontributor* :

1. Ach. Muhtar Bs, (Alumni PP. Sidogiri, pasuruan)

2. Ust. Arupinia Katsumadai, Spd, Pamekasan Madura

3. Ust. Zainal Abidin ( Bojonegoro Jatim)

4. Ust. Muhammad Shohibunni'am

(pon pes DARUNNAJA pare kediri, Jatim)

5.  Ust. MOHAMMAD NANANG QOSIM, S.Pd.I (Wakil Ketua Bendahara di PC. LDNU Kab. Sampang, Ketua PAC. JQHNU Kec. Torjun, Wakil Ketua Divisi TARTILA JQHNU Sampang, Sekretaris Ranting NU Desa Patarongan Kec. Torjun Kab. Sampang).

6. Ust. Junaidi El qorik ( Alumni  PP. NAHDATUL ATHFAL kabupaten kubu raya, Kalimantan barat, Aktivis DHF)

7. Ust. Abdunnasir SPdi (alumni Al anwar paculgowang)

8. Ust. Taufik udin (PP asalafiyah darun naja kab tangerang banten)

9. Ust Muhammad ridwan (alumni PP riyadulaliyah cisempur bogor)

10. Ust. muhammad Muhsin (Aktivis Piss KTB, alumni lirboyo)

11. Ust. Muchsin Chafifi (Aktivis piss KTB dan  DHF)

12. Ust. Muhyiddin (Alumni MA Al Anwar Paculgowang)

13.Ust. Muhammad (Ust.madrosah miftahul ulum sungai asam kb paten kubu raya Alumni pp almubarok lanbulan tambelangan sampang madura)

14.  Ust. Daud (alumni PP. Payaman sirojul Mukhlisin da'wah maksud hidup, Magelang)

14. Mas Ahmad Samsul Maarif (Alumni PPBU Tambakberas Jombang)

14. Ust  Danial (Alumni PP. Manbaul ulum pakis, Pati)

16. Ust. Mulyanto (alumni pesantren Roudhotul Banin, Panjatan, Kulon progo - jogja)

17. Ust. Abdul Rokhim (Alumni Pon Pes  Salafiyyah Syafi'iyah, Gondang - TulungAgung)

*Notulen*:

1. Ust. Abdul Rokhim

Alumni PonPes. Salafiyyah Syafi'iyah Gondang .TulungAgung Jatim

2. Ustadz Abdullah

Pesantren Al Ishlah Bandar Kediri Jatim

*Moderator*:

1.Kang  Rasjid (alumni PP. Alhamdulillah, Kemadu, Sulang - Rembang, Jawa Tengah)

2. Ust. Ahmad Shodiqin ( Alumni, PP. Hidayatut thullab Pondok tengah Kamulan durenan trenggalek).

3. Neng Martiffin R.(IPPNU,CB KPP PC.sragen ,Alumni PP AL HIKMAH SRAGEN

4. Ustadz. Muhammad Hudori

(Daarul Uluum Lido Bogor

Wakil Sekretaris LDNU Kota Bogor

Sekretaris Komisi Pendidikan & Kaderisasi MUI Kota Bogor)

*Editor* :

1. Ust. Zainal Abidin, M.Pd. (Sekretaris LBM Taman Sidoarjo, Jatim, alumni pondok pesantren Al-Anwar sarang Rembang)

*Perumus*:

1. Kang  Rasjid (alumni PP. Alhamdulillah, Kemadu, Sulang - Rembang, Jawa Tengah)

2. Ustadz. Muhammad Hudori

(Daarul Uluum Lido Bogor

Wakil Sekretaris LDNU Kota Bogor

Sekretaris Komisi Pendudikan & Kaderisasi MUI Kota Bogor)

*Dewan Mushohih:*

1. KH. Khotimi Bahri  (Ketua Komisi MUI Kota Bogor, Wakil Katib Syuriah PCNU kota Bogor)

2. Ustadz Alfanul Makky M.Ag (Ponpes Nurul Hidayah Bandung Kebumen)

alumni Ponpes Lirboyo dan Ma’had Aly Lirboyo

3. KH. Irfan (Pengasuh PP. Sidogiri Keraton, Pasuruan)

4. KH Moh Salim S pd. (Alumni Al Falah Ploso Mojo Kediri)

5 KH.KHOLILI SYA'RONI.

ALUMNI PP.ALMUBAROK LANBULAN SAMPANG MADURA (penasehat Muslimat NU, dan IPNU & IPPNU  Bangkan Madura)

6.  KH. Mahmud Abid ( ketua LBM MWC NU WARU. Sidoarjo Jatim, alumni Pon Pes Langitan)

7. Ust. Haris Abdul Khaliq (Sekjen PCNU Sragen)

8.Ust.  Masduqi  (mutahorij  ppmt mlangi sleman)

9. Ust. Lutfi Hakim . MA

PP. Futuhiyyah Mranggen - Demak 

Anggota LDNU Kab. Bogor

10.  Ust. Fathurrohman,S.Pd.I (WAKIL ROIS SURIYAH MWC Gandrungmangu, Ketua LBM NU MWC Gandrungmangu, Ketua UPZIS di MWC Gandrungmangu, Katib Suriyah di Ranting NU Layansari, Anggota LBM di PC Cilacap,  Alumni PPHT Kamulan,Durenan,Trenggalek,Jawa Timur).

11   KH. Ahamdi abd haliem (Pengasuh pondok pesantren Raudlatul Muttaqien Pontianak Kal-Bar)

12.  Ust. Mohammad Anwar. (Alumni

PP. Ash Shiddiq, Narukan, Kragan Rembang,  bendahara LBM PC NU kebumen ).

13. KH.dr H Nur Kholish Qomari (Anggota LKNU Batu, Anggota Komisi Fatwa MUI Batu, Ketua PDNU Batu , Seksi Baksos PDNU Pusat, Alumni PP Miftahul Huda Gading Malang dan Darul Musthofa Tarim Hadromaut Yaman).

14.  Ustadz "Mas" Abdullah Amin nafi' (alumni PP. Tarbiyatun Nasyi'in, Paculgowang Jombang)

15. Ustadz Badrus shohih

Alumni ponpes Al falah ploso kediri

Pengurus LAZISNU kab. Pasuruan

16.  Ust. Miftakhuddinn (Alumni PP. Al Anwar Sarang)

17. Ust. Nur khasan alumni  Al Anwar sarang-Rembang (Anggota Ansor dan LBM Bonang Demak)

18. Ust. Aula nida (Pengurus dan staf perpustakaan Ma'had Aly Tebuireng Jombang)

19.  Ustadz Hamzah Iklil alumni al-ahqaf yaman. Tim LBMNU cab Rbg


20. ustadz Shofiyyulloh Hilmi

Karangrejo Lor kec Jakenan Kab pati

Alumni yanbu'l Qur'an kudus


.