Senin, 06 Maret 2023

MAKAN SAHUR SEBAGAI NIAT PUASA

Deskripsi   Mas'alah :

Assalamu’alaikum wr.wb. 


kabg amir lupa melakukan niat di waktu malam saat melakukan puasa Ramadan, tetapi kang Amir bangun di waktu malam dan makan sahur. 


*pertanyaan*:


Dalam keadaan demikian, apakah puasa kang amir tetap dinilai sah atau tidak?



JAWABAN :


➡️Menurut sebagian ulama, jika kita bangun di waktu malam dan makan sahur, maka kita sudah dianggao melakukan niat untuk melakukan puasa. Karena itu, meskipun kita tidak melakukan niat di waktu malam, baik sengaja watau lupa, asalkan kiat makan sahur, maka puasa kita dinilai sah. 


➡️ menurut sebagian ulama yang lain, makan sahur tidak cukup untuk menggantikan niat. Karena itu, jika kita makan sahur namun tidak melakukan niat, sebagaimana niat puasa pada umumnya baik sengaja atau lupa, maka kita dinilai tidak berniat untuk berpuasa dan karena itu puasa kita dinilai tidak sah. 


*catatan pertimbangan*:

1.  Al Mutawalli berkata: Jika seseorang melakukan sahur agar kuat puasa atau berniat sahur pada awal malam atau akhir malam agar kuat puaaa maka ini tidak dinilai niat karena tidak ada tujuan mengerjakan ibadah.

 2. Ar-Rafi'i berkata: Al Qadhi Abu Al Makarim dalam kitab Al uddah berkata: Jika pada malam hari ia berkata: "Aku hendak sahur agar kuat puasa", rnaka niatrya dianggap tidak cukup.

 3. Ar-rafii berkata : Sebagian ulama' menukil dari catatan hukum yang ditulis oleh Abu Al-Abbas Ar-Ruyani, bahwa jika seseorang berkata: "Aku hendak sahur untuk puasa atau minum agar tidak kehausan pada siang hari, atau berhenti makan, minum dan bersenggama karena takut masuk fajar", maka itu dinilai sebagai niat. 

4. Ar-Raf i berkata: Dan inilah yang benar, selama terbersit dalam benaknya ibadah puasa dengan ciri-ciri yang dibenarkan,karena jika ia sahur untuk puasa hari demikian maka ia berarti telah bermaksud mengerjakannya.


*refrensi* :


Dalam kitab I’anah at-Thalibin diterangkan seperti ini ;


وَفَرْضُهُ اَيِ الصَّوْمِ نِيَةٌ بِِالْقَلْبِ وَلَا يُشْْتَرَطُ التَّلَفُظُ بِهَا بَلْ يُنْدَبُ وَلَا يُجْزِىءُ عَنْهَا التَّسَحُّرُ وَإِنْ قَصَدَ بِهِ التَّقَوِّيَ عَلَى الصَّوِمِ وَلَا الْاِمْتِنَاعُ مِنْ تَنَاوُلِ مُفْطِرٍ خَوْفَ الْفَجْرِ مَا لَمْ يُخْطِرْ بِبَالِهِ الصَّوْمَ بِالصِّفَاتِ الَّتِى يَجِبُ التَّعَرُضُ لَهُ فِى النِّيًةِ

“Niat dalam hati menjadi fardunya puasa, tidak disyaratkan untuk melafalkan niat, hanya sunah saja. Tidak cukup makan sahur sebagai pengganti niat, meski saat makan sahur ia bermaksud agar kuat berpuasa. Tidak cukup juga (Sebagai pengganti niat) seseorang menahan diri untuk tidak melakukan perkara yang membatalkan puasa dikarenakan khawatir fajar sudah terbit. (Semua itu) Selama di dalam hatinya tidak terbesit puasa serta sifat-sifatnya yang wajib disebutkan saat niat.”


الثَّانِيَةُ) قَالَ الْمُتَوَلِّي لَوْ تَسَحَّرَ لِيَقْوَى عَلَى الصَّوْمِ أَوْ عَزَمَ فِي أَوَّلِ اللَّيْلِ أَنْ يَتَسَحَّرَ فِي آخِرِهِ لِيَقْوَى عَلَى الصَّوْمِ لَمْ يَكُنْ هَذَا نِيَّةً لِأَنَّهُ لَمْ يُوجَدْ قَصْدُ الشُّرُوعِ فِي الْعِبَادَةِ وَقَالَ الرَّافِعِيُّ قَالَ الْقَاضِي أَبُو الْمَكَارِمِ فِي الْعُدَّةِ لَوْ قَالَ فِي اللَّيْلِ أَتَسَحَّرُ لِأَقْوَى عَلَى الصَّوْمِ لَمْ يَكْفِ هَذَا فِي النِّيَّةِ قَالَ وَنَقَلَ بَعْضُهُمْ عَنْ نَوَادِرِ الْأَحْكَامِ لِأَبِي الْعَبَّاسِ الرُّويَانِيِّ أَنَّهُ لَوْ قَالَ أَتَسَحَّرُ لِلصَّوْمِ أَوْ أَشْرَبُ لَدَفْعِ الْعَطَشِ نَهَارًا أَوْ امْتَنَعَ مِنْ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ مَخَافَةَ الْفَجْرِ كَانَ ذَلِكَ نِيَّةً لِلصَّوْمِ قَالَ الرَّافِعِيُّ وَهَذَا هُوَ الْحَقُّ إنْ خَطَرَ بِبَالِهِ الصَّوْمُ بِالصِّفَاتِ الْمُعْتَبَرَةِ لِأَنَّهُ إذَا تَسَحَّرَ لِيَصُومَ صَوْمَ كَذَا فَقَدْ قَصِدَهُ

Kedua: Al Mutawalli berkata: Jika seseorang melakukan sahur agar kuat puasa atau berniat sahur pada awal malam atau akhir malam agar kuat puaaa maka ini fidak dinilai niat karena tidak ada tujuan mengerjakan ibadah. Ar-Rafi'i berkata: Al Qadhi Abu Al Makarim dalam kitab Al uddah berkata: Jika pada malam hari ia berkata: "Aku hendak sahur agar kuat puasa", rnaka niatrya dianggap tidak cukup. Ia berkata:*Sebagian mereka menukil dari catatan hukum yang ditulis oleh Abu Al-Abbas Ar-Ruyani, bahwa jika ia berkata: "Aku hendak sahur untuk puasa atau minum agar tidak kehausan pada siang hari, atau berhenti makan, minum dan bersenggama karena takut masuk fajar", maka itu dinilai sebagai niat.* Ar-Raf i berkata: Dan inilah yang benar, selama terbersit dalam benaknya ibadah puasa dengan ciri-ciri yang dibenarkan,karena jika ia sahur untuk puasa hari demikian maka ia berarti telah bermaksud mengerjakannya.

[النووي ,المجموع شرح المهذب ,6/298]


Raudhatuth thalibin juz 2, 351


قَالَ الْقَاضِي أَبُو الْمَكَارِمِ فِي «الْعُدَّةِ» : لَوْ قَالَ: أَتَسَحَّرُ لِأَقْوَى عَلَى الصَّوْمِ، لَمْ يَكْفِ هَذَا فِي النِّيَّةِ. وَنَقَلَ بَعْضُهُمْ عَنْ «نَوَادِرِ الْأَحْكَامِ» لِأَبِي الْعَبَّاسِ الرُّويَانِيِّ: أَنَّهُ لَوْ قَالَ: أَتَسَحَّرُ لِلصَّوْمِ، أَوْ شَرِبَ لِدَفْعِ الْعَطَشِ نَهَارًا، أَوِ امْتَنَعَ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ مَخَافَةَ الْفَجْرِ. كَانَ ذَلِكَ نِيَّةً لِلصَّوْمِ. وَهَذَا هُوَ الْحَقُّ إِنْ خَطَرَ بِبَالِهِ الصَّوْمُ بِالصِّفَاتِ الَّتِي يُشْتَرَطُ التَّعَرُّضُ لَهَا، لِأَنَّهُ إِذَا تَسَحَّرَ لِيَصُومَ صَوْمَ كَذَا، فَقَدْ قَصَدَهُ.


Dalam kitab Al Uddah, Al Qadhi Abu Al Makarim berkata, "Apabila seseorang berkata, 'Aku makan sahur agar marnpu bertahan dalam menjalankan puasa' maka ini belum cukup untuk dikatakan sebuah niat puasa."Sebagian ulama mengutip dari kitab Nawadir Al Ahkam karya Abu Al-Abbas Ar-Ruyani berkata, "Jika seseorang berkata, 'Aku makan sahur untuk puasa, atau minum agar mampu menahan haus di siang hari, atau aku menghindari dari makan, minum dan bersetubuh karena takut fajar tiba." Hal demikian sudah termasuk niat untuk puasa. Inilah pendapat yang benar, yaitu niat sudah terwujud apabila tersirat dalam pikiran seseorang untuk puasa hanya dengan menyebutkan sifat-sifatnya. Karena ketika ia makan sahur diniatkan untuk puasa tertentu, maka ia telah bermaksud untuk melaksanakan puasa tersebut.


أسنى المطالب

(وَلَوْ تَسَحَّرَ لِيَصُومَ) أَوْ شَرِبَ لِدَفْعِ الْعَطَشِ نَهَارًا (أَوْ امْتَنَعَ مِنْ الْأَكْلِ) أَوْ الشُّرْبِ أَوْ الْجِمَاعِ (خَوْفَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَهُوَ نِيَّةٌ إنْ خَطَرَ بِبَالِهِ صَوْمُ فَرْضِ رَمَضَانَ) لِيَتَضَمَّنَ كُلٌّ مِنْهَا قَصْدَ الصَّوْمِ وَعِبَارَةُ أَصْلِهِ إنْ خَطَرَ بِبَالِهِ الصَّوْمُ بِالصِّفَاتِ الَّتِي يُشْتَرَطُ التَّعَرُّضُ لَهَا  (لَا إنْ تَسَحَّرَ لِيَقْوَى) عَلَى الصَّوْمِ *فَلَا يَكْفِي فِي النِّيَّةِ وَهَذَا مَحْذُوفٌ فِي بَعْضِ النُّسَخِ وَثُبُوتُهُ فِي بَقِيَّتِهَا يَقْتَضِي أَنَّ الْمُصَنِّفَ فَهِمَ مِنْ كَلَامِ أَصْلِهِ* أَنَّهُ لَا يَكْفِي مُطْلَقًا وَهُوَ ظَاهِرُ كَلَامِهِ بِبَادِئِ الرَّأْيِ *لَكِنَّ الْحَقَّ أَنَّهُ يَكْفِي إنْ خَطَرَ بِبَالِهِ الصَّوْمُ وَكَلَامُ الْأَصْلِ صَالِحٌ لِأَخْذِهِ مِنْهُ*

*لَكِنَّ الْحَقَّ أَنَّهُ يَكْفِي إنْ خَطَرَ بِبَالِهِ الصَّوْمُ وَكَلَامُ الْأَصْلِ صَالِحٌ لِأَخْذِهِ مِنْهُ*

tapi yg benar yen terbesit dalam hatinya puasa Ramadhan dianggap cukup, padahal orang sahur mestinya terbesit besok puasa Ramadhan, sbb aneh jika ia sahur tidak terbersit puasa

hanya saja mushonif guna menjelaskan ada di beri embel-embel *khotoro bibalihi*  agar yg sering gagal faham 😀🤭 memperhatikan ada terbersit puasa esok hari 😀🤭



Wallohu a'lam

0 komentar:

Posting Komentar