مَنْ يُرِدَ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّـهْهُ فِيْ الدِّيْنِ

“ barang siapa dikehendaki Allah memiliki kebaikan, ia akan dijadikan mengerti/memahami (ajaran) agama “ .

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya(Q.S. al-Hijr: 9).

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. ( Q.S. Ar-Ra’du : 28 ).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42) هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا (43)

41. Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. 42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. 43. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (Q.S. Al-Ahzab 41-43).

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran 191).

Senin, 06 November 2023

Nasehat Gus Dur


Jika Allah memudahkan bagimu mengerjakan shalat malam, maka janganlah memandang rendah orang-orang yang tidur.

.

Jika Allah memberi kekuatan kepadamu untuk berpuasa, maka janganlah memandang rendah orang-orang yang tidak berpuasa dengan tatapan menghinakan.

.

Jika Allah memudahkan bagimu untuk berjihad, maka janganlah kamu memandang rendah orang-orang yang tidak berjihad dengan pandangan meremehkan.

.

Jika Allah memudahkan dirimu dalam mengais rizqi, maka jangan memandang rendah orang-orang yang berhutang dan kurang rejekinya dengan pandangan yang mengejek dan mencela, karena harta benda adalah titipan Allah yang suatu saat akan dipertanggungjawabkan.

.

Jika Allah memudahkan pemahaman agama bagimu, maka janganlah meremehkan orang-orang yang belum faham dengan pandangan hina.

.

Jika Allah memudahkan ilmu bagimu, maka janganlah kamu sombong dan bangga diri, karena Allah lah yang memberimu kemudahan itu.

.

Boleh jadi orang yang kelihatannya tidak mengerjakan qiyamul-Lail, tidak berpuasa, tidak berjihad, tidak kaya, tidak pandai dan tidak 'alim, ternyata mereka lebih dekat dengan Allah dari pada dirimu.

.


Minggu, 11 Juni 2023

Al Mar'ah (Wanita)

 


عندما تكون إبنة .. تفتح باب من الجنة لـ أبيها 

Ketika masih anak-anak, ia membuka pintu surga bagi orang tuanya


عندما تكون زوجة .. تكمل نصف الدين لـ زوجها

Ketika menjadi istri, ia menyempurnakan setengah dari agama suaminya


عندما تكون أم .. تكون الجنة تحت قدمها  

Ketika menjadi ibu, surga di bawah telapak kakinya


لو عرف كل شخص مكانة المرأة في الاسلام 

Jika semua orang tahu kedudukan wanita yg sesungguhnya dalam Islam,


صار يتنافس علي رعايتها

Niscaya mereka pasti akan bersaing untuk menjaga / merawat wanita.




Senin, 22 Mei 2023

KISAH DUA ULAMA REMBANG, KH. BAIDLOWI LASEM DAN KH. IMAM KHOLIL SARANG


 

KH. BAIDLOWI LASEM

Tak banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui tentang kiprah ulama-ulama Nusantara di Mekkah atau Haramain. Padahal begitu banyak ulama Nusantara yang mendunia karena keluasan ilmunya, bahkan menjadi guru utama di Masjidil Haram. Salah satu di antara ulama-ulama itu adalah Kiai Baidlowi Lasem. Beliau dijuluki Alamu al-Makkiyin, ulama besar Tanah Haramain.

Kiai Baidlowi lahir di Lasem, Rembang Jawa Tengah pada 12 Syawwal 1297 Hijriyah atau 17 September 1880 Masehi. Darah genetiknya masih bersambung dengan Mbah Syambu Lasem (Pangeran Sambo). Nasab beliau yakni Kiai Baidlowi bin Kiai Abdul Aziz bin Kiai Baidlowi Awal bin Kiai Abdul Latif bin Kiai Abdul Bar bin Kiai Abdul Halim bin Pangeran Sambo (Mbah Syambu) bin Pangeran Benowo bin Sayyid Abdurrahman/Joko Tingkir (Sultan Hadiwijaya). Dari nasab ini berarti Kiai Baidlowi masih mempunyai hubungan darah dengan Rasulullah Saw. Sebab, Mbah Syambu adalah seorang Sayyid (keturunan Rasulullah) yang bermarga Azmatkhan.

Daerah Lasem, tempat kelahiran Kiai Baidlowi sejak dulu dikenal sebagai tempat penyebaran agama Islam. Karena itu Lasem sampai saat ini dianggap sebagai salah satu kota santri. Konon, kiai-kiai besar di Tanah Jawa adalah keturunan dari kiai asal Lasem. Mereka tersebar ke berbagai daerah seperti Jombang, Pati, Langitan Tuban, Semarang, Jember, dan lain-lain. Sang ayah, Kiai Abdul Aziz adalah tokoh terkemuka di daerah Lasem, seorang mursyid Thoriqoh Sathoriyyah dan menguasai ilmu Syari'at dan Hakikat, kepadanya lah Kiai Badilowi belajar dasar-dasar ilmu keIslaman.

Semenjak sang ayah meninggal dunia ketika usia Kiai Baidlowi masih tergolong remaja, ia memutuskan melakukan pengembaraan ilmu ke berbagai pesantren di Nusantara. Beliau belajar kepada Kiai Umar bin Harun Sarang, Kiai Idris Jamsaren Solo, dan Kiai Hasyim Padangan Bojonegoro. Setelah belajar ke banyak pesantren, Kiai Baidlowi melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Haramain. Di Mekkah, beliau berguru kepada ulama-ulama besar Haramain, selain itu beliau juga berguru kepada ulama Nusantara seperti Syech Mahfudz at-Tremasi, Syech Umar Syatha, Syech Ahmad Khatib al-Minangkabawi dan lain-lain.

Sejak di Haramain, Kiai Baidlowi Sudah dikenal kealimannya. Karena itu, ia dengan cepat diangkat sebagai ulama yang berwenang untuk mengajar di Masjidil Haram. Salah satu santri didikannya adalah Syech Yasin bin Isa al-Fadani. Bahkan karena kiprahnya yang menonjol di Tanah Haramain beliau masuk dalam kitab ‘Alamul al-Makkiyin karya Syech Abdullah Abdurrahman, sebuah kitab yang menghimpun ulama-ulama besar Makkah.

Namun demikian, sejak konflik Turki Utsmani-Arab terjadi berkepanjangan di Haramain, Kiai Baidlowi harus kembali ke Tanah Air. Kedatangannya disambut gembira oleh ulama dan masyarakat. Ia menjadi harapan perjuangan dakwah Islam, terutama melalui pondok pesantren al-Wahdah Lasem. Sejak kedatangannya, banyak santri berdatangan menimba ilmu di pesantren al-Wahdah. Sosoknya yang alim menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.

Di antara santri-santrinya yang menjadi ulama besar adalah Kiai Chudlori Tegalrejo Magelang, Kiai Maimoen Zubair Sarang, Kiai Asrori Magelang, Kiai Sahlan Temanggung, Kiai Dahlan, Kiai Hafidz Rembang, Kiai Hasyim Purworejo, Kiai Wahib Wahab Tambak Beras Jombang, dan Kiai Dimyathi Banten (Abuya Dimyathi Cidahu).

Selain kiprahnya dalam dakwah Islam, Kiai Baidlowi juga berperan dalam kemelut kenegaraan dan kebangsaan. Bahkan beliau adalah sosok yang pertama kali melegitimasi kepemimpinan Bung Karno. Ketika Bung Karno ditetapkan sebagai presiden pertama Republik Indonesia, sebagian kelompok Islam tidak setuju. Tarik ulur silih berganti antar sesama ulama mengenai hujjah atas status Bung Karno.

Setelah perdebatan tak menemukan titik temu alias deadlock, Kiai Abdul Wahab Chasbullah meminta saran Kiai Baidlowi. Di hadapan para ulama, Kiai Baidlowi mengatakan, “Soekarno Huwal Waliyyul Amri Al-Dioruri Bisy Syaukah (Soekarno, dia adalah Presiden RI yang sah karena darurat). Dari legitimasi hukum yang keluar dari pernyataan Kiai Baidlowi, ulama-ulama besar seperti Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Abdul Wahab Chasbullah, Kiai Bisri Syansuri, Kiai Ma'shum Lasem dan sederetan kia-kiai NU akhirnya sepakat dengan pendapat Kiai Baidlowi.

KH. IMAM KHOLIL SARANG

Beliau lahir di sarang pada 1317 Hijriyah, atau bertepatan tahun 1900 Masehi. Beliau putra ke-4 (bungsu) dari pasangan Kiai Syu'aib bin Abdurrozaq dengan Nyai Sa'idah binti Kiai Ghozali. Adapun saudara-saudar beliau;

1. Nyai Hasanah (Ibunda Kiai Zubair Dahlan)

2. Nyai Zubaidah (Istri Kiai Abdullah)

3. Kiai Ahmad (Ayahanda Kiai Abdurahim)

4. Kiai Imam Kholil.

Ibunda beliau adalah putri tertua KH. Ghozali bin Lanah (perintis pertama Pesantren di Sarang). Dua orang kakaknya, yaitu Nyai Hasanah dan Kiai Ahmad, besanan. Sebab putra Nyai Hasanah yang bernama Kiai Zubair menikah dengan Mahmudah putri Kiai Ahmad. Dari pernikahan Kiai Zubair dan Mahmudah lahirlah Mbah Kiai Maimoen Zubair, ulama kharismatik yang mendapat julukan pakubumi nusantara yang meninggal pada 6 Agustus 2019 lalu.

Sebagaimana Ulama pada umumnya, Imam Kholil mengawali pendidikan agama kepada ayah beliau sendiri yakni Kiai Syu'aib. Saat berusia 15-17 tahun berbagai cabang ilmu beliau pelajari baik dari ayahandanya maupun dari Ulama-Ulama yang ada di Sarang pada masa itu. Materi-Materi yang umumnya dipelajari dikalangan pesantren seperti Al-Quran, nahwu, shorof, fiqih, hadis dan tasawwuf beliau kuasai dibawah bimbingan guru-guru yang merupakan Ulama-Ulama berkredibilitas dibidangnya. 

Tidak puas dengan hanya belajar di daerah tempat tinggalnya saja, menginjak usia 21 tahun beliau melanjutkan pengembaraan ilmiyahnya ke daerah Bangkalan, Madura. Pada waktu itu pesantren Bangkalan diasuh oleh seorang Auliya' Masyhur Syaikhona Muhammad Kholil bin Abdul Latif yang tersohor kealiman dan kewaliannya. Di bangkalan Mbah Imam berguru kepada Syaikhona Kholil tidak lama. Sebagaimana penuturan KH. Abdurrozaq (salah satu putra Kiai Imam Kholil) hanya sekitar setahunan Mbah Imam menuntut ilmu di Bangkalan. Meskipun demikian, selama berguru kepada Syaikhona Kholil Bangkalan Mbah Imam memiliki hubungan yang erat dengan gurunya tsb. Hal ini terbukti dari nama beliau yang dinisbatkan kepada gurunya tsb, sehingga Mbah Imam lebih dikenal dengan nama Imam Kholil. Selain itu Mbah Imam pernah berkata : "Aku iki muride Mbah Kholil Bangkalan" (Saya ini muridnya Kiai Kholil Bangkalan) dan dalam kesempatan lain beliau berkata : "Guruku iku Kiai Kholil, Maduro". (Guru saya itu Kiai Kholil Madura) Ini jelas menunjukkan pengakuan dan kekaguman beliau pada Syaikhona Kholil Bangkalan.

Ada cerita : pada suatu hari, Syaikhona Kholil marah besar pada santri-santri Gresik. Saking takutnya banyak santri yang lari ketakutan kecuali Mbah Imam, lalu Mbah Imam berkata : "Kenopo podo melayu kabeh santri iku?". (Kenapa semua santri berlarian?) Kemudian Mbah Imam datang menghadap Kiai Kholil dan bertanya : "Wonten nopo yi?" (Ada apa kiai?) Tanya Mbah Imam pada Kiai Kholil. "Santri-santri Gresik iku nek salaman tanganku dipethek" (kalau santri-santri Gresik bersalaman tanganku ditekan keras, beliau tidak suka diperlakukan seperti itu). Dalam tata cara musofahah (bersalaman) tidak boleh sampai menyakiti orang yang dimintai salaman, meskipun sebetulnya bersalaman itu sunnah, karena ta'adduban (bertata krama).

Selain itu, suatu ketika beliau saat masih muqim di Makkah, pernah Mbah Imam didatangi oleh Kiai Kholil didalam mimpinya. Dalam mimpi tsb Kiai Kholil mengabarkan kewafatannya dan Mbah Imam berkata : "Nyuwun sewu yi, terose njenengan pun kapundut?". (Maaf kiai, katanya anda sudah wafat?) "Yo mam, wes thok watese" (iya mam, sudah mencapai batasnya umur) jawab Kiai Kholil. Hal ini tidak mungkin terjadi bila tidak ada hubungan yang erat diantara keduanya.



KH. Baidlowi Lasem Sedang Berjalan Bareng KH. Imam Kholil Sarang, tidak diketahui tahunnya.

Al-Fatihah

#ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّﺻَﻞِّﻋَﻠَﻰﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎﻣُﺤَﻤَّﺪٍﻭَﻋَﻠَﻰﺁﻝِﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎﻣُﺤَﻤَّﺪٍ 

Minggu, 21 Mei 2023

Istri adalah ladang bagi suami

Tadabbur Ayat:

Al-Baqarah

:223

*نِسَاۤؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ ۖ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ اَنّٰى شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ مُّلٰقُوْهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ*


"Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman."


🔰 Bila kita merujuk kitab tafsir untuk mengetahui Sabab Nuzul dan maksud ayat diatas, akan kita dapati bahwa ayat tersebut bertutur tentang keluwesan "ritual kebahagiaan" (jima'/bersenggama suami-istri).


Dimana seorang Istri diumpamakan ladang bercocok tanam bagi  petani (suami).


Mau didatangi kapan saja, dicangkul bagaimana saja... Ya boleh-boleh saja. (Bebas bergaya atau bergaya bebas) 


Asal yang dicangkul tepat sasaran, yakni ladang sendiri. 




🙏🏻😀🌹


Sebagai catatan... 



1. Harus pakai cangkul sendiri.


2. Bila ladang tidak mungkin dicangkul, maka tunggu lain waktu. (yakni ketika istri haid).




📝 *SISI LAIN:*



✅ Namun sahabat....


Bicara tentang ladang, tentu mengingatkan kita pada aktivitas bercocok tanam. Dan ini identik dengan pertanian.


Maka ada baiknya jika kita berpikir sejenak tentang filosofi bertani, yakni bercocok tanam.



Petani yang cerdik dan berpengalaman pasti akan:


1. Memilih atau  mengolah ladang


2.  Memilih benih unggul


3. Merawat tanaman dengan baik...


agar nantinya mendapatkan  hasil panen yang menggembirakan.




🙏🏻😎 🌹


Sampai disini kita coba menganalogi ..(main qiyas-qiyasan )



Istri itu ladangnya (ovum + rahim)


Suami itu (yang membawa) bibit-nya (sperma)


Janin & Anak itu tanaman dan buah-nya.. 



Nah kan....???


Belum berhenti disini ...


Istri yang shalihah ..itu ibarat ladang yang subur loh jinawi...


Suami Sholih itu ibarat bibit unggul...


Tapi Anaknya nanti ????   (🙏🏻😀 Masih Tanda Tanya ❓❓) 



Kita runut lagi...


Kita tanya beberapa kemungkinan kepada pak Tani dulu ...


1. Kira-kira ... Kalau ada ladang subur tapi bibitnya jelek, hasilnya bagaimana ???


2. Kalau bibitnya baik tapi ladangnya tidak subur, hasilnya bagaimana ???


3. Kalaupun ladang subur dan bibitnya baik, tapi tidak dirawat dari rumput pengganggu dan hama.. hasilnya bagaimana ???




🙏🏻☺️🌹


Tahulah kira-kira...


Bagaimanalagi jika ladang dan bibitnya sama-sama jelek.. hasilnya lebih ke arah *zonk* 



🙏🏻😀🌹


Berani dilanjut yach ... Biar lebih  kena ...



Wahai Suami-Istri...


*Lebih-lebih yang mau jadi Suami-Istri...*


Berpikirlah... Pertimbangkanlah siapa pasangan (atau calon pasangan) halal kita ..??


Pertama kita sendiri harus berusaha menjadi ladang subur atau bibit unggul dulu... Harus berusaha .


Dan seterusnya ...


Terserah Anda ...👍🏻‼️



Yang terpenting lagi ..


Tanaman harus dirawat dengan baik agar buahnya baik pula..



Terakhir...


Andaikan saja dari Suami  yang Sholih dan Istri Sholihah akan lahir Anak yang "Baik" 


Tapi harus dirawat dengan baik. Karena jika tidak, mereka bisa terkontaminasi dengan miliu (lingkungan) yang kurang kondusif (ibarat rumput dan hama bagi tanaman)...



Maka, jika terawat (dididik) dengan baik...


In saya Alloh  hasil akhirnya Menjadi *orang yang baik/Sholih/Sholihah* ..


Itulah *Hasil Panen* dari bercocok tanam yang diidam-idamkan.



Sekian.



*•═══~◎❅🌹❅◎~═══•*


والله أعلم 

PENTINGNYA MEMILIH TEMAN YANG BAIK

Semua bisa menjadi lebih baik saat bersama teman yang baik

عن زهير بن محمد ، عن موسى بن وردان ، عن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - :


"الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ " .أخرجه أحمد في " المسند " ( 8 / 307 / 8398 )


Dari Zuhair bin Muhammad dari Musa bin Wardan, dari Abu Hurairota radhiAlloohu anhu berkata,


Rasulullah saw bersabda:


Seseorang itu tergantung pada agama  temannya. Oleh karena itu, salah satu diantara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dijadikan teman.


( Hadist, dikeluarkan dari Imam Ahmad di dalam" Al-Musnad (8/307/6398)



*Dalam Al Qur'an*


1. Pergaulan menentukan nasib seseorang.


وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا

يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا

لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي ۗ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا


Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul".

Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku).

Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.

[Surat Al-Furqan : 27- 28-29]


2. Perintah sabar untuk selalu berkawan dengan orang-orang yang shaleh.


وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا


Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta men.Turuti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.


[Surat Al-Kahf : 28].



Tambak beras 12 Mei 2023

Rabu, 03 Mei 2023

IJAZAH SHOLAWAT NARIYAH DARI KH. WAHAB HASBULLOH

Rabu, 3 April 2023 pukul 14.30 di An Najiyah 1 PPBU


Santri di Pesantren beragam kemampuan, beragam keadaan, beragam ekonomi dan beragam karakter, sehingga wali santri di mohon untuk membantu memantau putrinya dalam menerima pendidikan di pondok pesantren, Tegas Dr KH. M. Wafiyul Ahdi, SH., M.Pd.I sebagai Pengasuh PPP. An Najiyah 1 PPBU.


Tugas Pengasuh beserta Pengurus ternyata lebih berat, karena keberagaman tersebut tidak mampu diadaptasikan lebih cepat dalam waktu yang singkat kurang dari 3 tahun ditambah dengan banyaknya santri yang beragam tingkatan, sehingga Pengasuh menegaskan agar santri mentaati peraturan Pondok Pesantren yang ditegakkan oleh Pengurus. Oleh karena itu, orang tua (wali santri) berkenan mengindahkan peraturan yang sedang ditegakkan oleh pengurus.


Tugas Santri melaksanakan amanah yang telah dibebankan padanya untuk belajar, untuk taat sepenuhnya pada Pengasuh yang sebagian diwujudkan dalam bentuk peraturan Pondok Pesantren, untuk mandiri (mampu mengendalikan dirinya) dalam segala hal termasuk menilai pada hal kebaikan dan ketidak pantasan dll, untuk menahan segala kebutuhan yang tidak sesuai dengan kewajiban santri dan untuk apa saja selama mampu meningkatkan kualitas santri.


Harapan Pengasuh, abah Kyai Wafiyul Ahdi; 1) mohon santri2 tidak difasilitasi Handphone, karena efek negatifnya begitu luar biasa, yang mana efeknya akan berhubungan dengan Kamtib PPBU, Pengasuh, Pengurus dan Wali Santri, 2) mohon wali santri mengontrol dari jauh (tidak harus datang ke pondok) untuk selalu memantau kualitas belajar putrinya, 3) mohon putri2nya tidak terlalu berlebihan dalam memberikan uang saku, sekiranya cukup untuk kewajiban pondok, kewajiban sekolah dan kebutuhan sehari2 sewajarnya. 4) this era is strawbery generation; generasi saat ini mentalnya kurang kuat, gampang mutungan, serba instan (hedonisme), strawberi memang kelihatan bagus tapi kalau sudah kepidek (keinjek kaki) maka strawberi itu akan blenyek (hancur), maka mohon putri2nya diarahkan dengan benar untuk menghadapi masalahnya pribadi, jangan sampai dimanjakan, jangan mengajak mereka lari dari masalah tapi seharusnya diarahkan dengan sebaiknya agar anak lebih dewasa dan mampu menghadapi masalahnya sendiri. 5) mohon wali santri mengikuti peraturan PPP An Najiyah 1 PPBU dengan baik. 


Dengan demikian, kerjasama antara Pengasuh, Pengurus dan Orang Tua sangat diharapkan dalam mendidik santri di Pesantren. 


Sesuai dengan permohonan perwakilan Wali Santri yang ingin mendapatkan Ijazah dari Pengasuh, Kyai Wafi akan menyampaikan Ijazah dari mbah Wahab untuk kebutuhan pribadi yang insyaalloh akan di kabulkan Alloh. Yaitu Sholawat Nariyah pagi 11 kali malam 11 kali. ijazah ini didapatkan oleh tim PPBU dari salah satu santri mbah wahab di Indramayu sekitar lulus thn 1960an dan jika mendesak dibaca di malam hari sebanyak 41 kali. 

Adapun lafalnya;

اللَّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَمًا تَامًّا عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ تنْحَلُ بِه الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِيْمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ عَدَدَ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ


Semoga kita tetap istiqomah dalam hal kebaikan dan beribadah. Aamiin ya Robbal Alamin

Senin, 01 Mei 2023

Menjelang Pilkada 2024

Deskripsi : 



Akhir-akhir ini, cukup bnyak diadakan pemilihan pemimpin baik untuk tingkat prov, kabupaten, kota,bhkan RT/Rw, dan tidak di pungkiri dari para kandidat karena merasa persaingan bgaimanapun cranya di lakukan, salah satunya dengan membagi-bagikan uang. 

Pertanyaanya :

a. bagaimana hukum pemilihan tersebut ?

b. bagaimana hukum bagi warga yang memilih karena mendapat uang tersebut ?


Jawaban :


MEMPERTIMBANGKAN


* Definisi dzu syaukah


ومعنى ذى الشوكة انقياد الناس وطاعتهم وإذعانهم لأمره وإن لم يكن عنده ما عند السلطان من آلة الحرب والجند ونحوهما مما تقع به الرهبة كرؤساء البلد ورئيس الجماعة وصاحب الحوطة المطاع على الوجه الاعتقاد والاحتشام


"Pengertian konsep dzu syaukah (orang berpengaruh) adalah patuh, taat, dan tunduk pada perintahnya meskipun orang itu tidak memiliki kelengkapan negara layaknya sulthan, seperti alusista militer, tentara serdadu, dan semacamnya yang membuat kedudukannya diperhitungkan. Sebagaimana kelengkapan negara ini lazim dimiliki oleh para pemimpin negara, pemimpin massa, serta pemuka hauthah yang ditaati atas asas kepercayaan dan pengabdian." (Bughyah al-Mustarsyidin, hlm 527).


* Definisi suap (risywah)


Definisi suap yang lebih sesuai dengan konsep (teori) yakni :


وقبول الرشوة حرام وهي ما يبذل للقاضي ليحكم بغير الحق أو ليمتنع من الحكم بالحق وإعطاؤها كذلك لأنه إعانة على معصية


"Menerima suap haram hukumnya. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada qadhi agar menetapkan hukum yang tidak benar, atau agar penyuap terbebas dari hukum yang benar. Memberi suap juga diharamkan sebab termasuk membantu terjadinya maksiat." (Nihayatuz Zain, hlm 370).


Sedang definisi suap yang lebih sesuai dengan konteks (realita) yakni :


الرِّشْوَةُ -بِالكَسْرِ- مَا يُعْطِيْهِ الشَّحْصُ الحَاكِمَ وَغَيْرَهُ لِيَحْكُمَ لَهُ أَو يَحْمِلُهُ عَلَى مَا يُرِيْدُ


"Risywah -dengan harakat kasrah pada huruf ra'- adalah sesuatu yang diberikan seseorang kepada hakim atau selainnya agar menetapkan hukum yang memihak penyuap, atau agar menuruti apa yang diinginkan penyuap." (al-Mishbah al-Munir, 1/228).


* Perbedaan risywah dan hadiah


Keterangan dalam Raudhah :


فرع قد ذكرنا أن الرشوة حرام مطلقا والهدية جائزة في بعض فيطلب الفرق بين حقيقتيهما مع أن الباذل راض فيهما والفرق من وجهين أحدهما ذكره ابن كج أن الرشوة هي التي يشرط على قابلها الحكم بغير الحق أو الامتناع عن الحكم بحق والهدية هي العطية المطلقة والثاني قال الغزالي في الإحياء المال إما يبذل لغرض آجل فهو قربة وصدقة وإما لعاجل وهو إما مال فهو هبة بشرط ثواب أو لتوقع ثواب وإما عمل فإن كان عملا محرما أو واجبا متعينا فهو رشوة وإن كان مباحا فإجارة أو جعالة وإما للتقرب والتودد إلى المبذول له فإن كان بمجرد نفسه فهدية وإن كان ليتوسل بجاهه إلى أغراض ومقاصد فإن كان جاهه بالعلم أو النسب فهو هدية وإن كان بالقضاء والعمل فهو رشوة


"Sub masalah : Telah kami jelaskan bahwa suap haram secara mutlak sedang hadiah boleh dalam sebagian masalah. Dari sini perlu dikemukakan perbedaan esensial antara keduanya ketika pihak pemberi rela baik dalam menyuap ataupun memberi hadiah.


Perbedaannya ditinjau dari dua sisi. Pertama, dikatakan oleh Ibnu Kajj, bahwa suap adalah pemberian yang disyaratkan dalam penerimaannya untuk menetapkan hukum yang tidak benar atau pemberi terbebas dari tuntutan hukum yang benar. Sedangkan hadiah adalah pemberian semata.


Kedua, dikatakan oleh al-Ghazali dalam Ihya, suatu harta-benda adakalanya diberikan untuk tujuan jangka panjang, yakni dalam rangka ibadah dan shadaqah, dan adakalanya diberikan untuk tujuan jangka pendek. Yang jangka pendek ini orientasinya bisa berupa harta, maka dinamakan hibah yang disertai persyaratan/pengharapan timbal-balik, serta bisa juga berupa jasa. Bila jasa itu berupa amaliyah haram atau wajib 'ain maka dikategorikan suap, bila amaliyahnya mubah maka disebut ijarah atau ju'alah.


Adakalanya juga harta-benda diberikan untuk mendekati atau meraih simpati dari orang yang diberi. Bila hal itu sebatas kedekatan pribadi maka disebut hadiah. Bila dimanfaatkan untuk meraih tujuan tertentu lewat kedudukan orang yang diberi maka disebut hadiah pada orang punya kedudukan lantaran ilmu atau nasabnya, serta disebut suap pada orang yang menyandang kedudukan hakim atau pejabat." (Raudhah ath-Thalibin, 11/144).


Keterangan dalam Ittihaf, dikutip dari serangkaian analisa as-Subki dalam kitab karyanya Fashl al-Maqal fi Hidayah al-'Ummal yang membicarakan tentang:


- Konsep Dasar Istilah Hadiah dan Risywah


قال التقىي السبكي فإن قلت المهدي يتوصل بهديته الى محبة المهدى اليه والراشي يستميل المرتشي حتى يحكم له فلم اختص كل منها باسم؟ قلت المهدي ليس له غرض معين إلا استمالة القلب, والراشي له غرض معين وهو ذلك الحكم وليس غرضه استمالة القلب بل قد يكون يكرهه ويلعنه ففي الهدية تودد خاص بها وتوصل مشترك بينها وبين الرشوة وإن افترقا في المتوصل اليه, وفي الرشوة توصل خاص لا غير فخصصنا كلا منها باسم وميزنا بينهما بما اختصا به والغينا في الهدية المشترك


"Taqiyyudin as-Subki berkata : Bila kau mempertanyakan bahwa pemberi hadiah, dengan hadiah yang diberikannya, meraih simpati dari orang yang diberi, sementara pemberi suap membujuk orang yang disuap agar menetapkan hukum yang menguntungkannya, lantas kenapa kedua pemberian ini harus dibedakan istilahnya ?


Aku jawab bahwa seorang pemberi hadiah tidak punya tujuan khusus selain untuk meraih simpati, sedang seorang penyuap punya, yakni pada pamrih atas kasus hukum itu. Penyuap tidak bertujuan meraih simpati orang yang diberi, malah kadang sebenarnya benci dan menghujatnya. Sehingga bisa diketahui bahwa dalam istilah hadiah ada unsur simpati sebagai karakter asal, dan ada unsur pamrih yang menjadi karakter bersama dalam hadiah dan suap meskipun dalam bentuk yang berbeda. Sedang dalam suap ada unsur pamrih sebagai karakter asal. Karena itu kita membuat istilah yang berbeda untuk keduanya, dan kita membedakan keduanya berdasarkan karakter asal masing-masing, serta mengabaikan implikasi dari karakter bersama (simpati dan pamrih) yang ditemui dalam konsep hadiah." (Ittihaf as-Sadat al-Muttaqin, 6/160).


Tinjauan Karakter Bersama Dalam Hadiah dan Risywah


قال التقي السبكي الهدية لا يقصد بها إلا استمالة القلب والرشوة يقصد بها الحكم الخاص مال القلب أم لم يمل فإن قلت العاقل إنما يقصد استمالة قلب غيره لغرض صحيح أما مجرد استمالة القلب من غير غرض أجر فلا قلت صحيح لكن استمالة القلب له بواعث منها أن ترتب عليه مصلحة مخصوصة معينة كالحكم مثلا فههنا المقصود تلك المصلحة وصارت استمالة القلب وسيلة غير مقصود لأن القصد متى علم بعينه لا يقف على سببه فدخل هذا في قسم الرشوة ومنها أن ترتب عليه مصالح لا تنحصر إما أخروية كالأخوة في الله تعالى والمحبة وقيل ثوابها وما أشبه ذلك لعلم أو دين فهذه مستحبة والإهداء لها مستحب ومنها أن تكون دنيوية كالتوصل بذلك إلى أغراض له لا تنحصر بأن يكون المستمال قلبه صاحب جاه فإن كان جاهه بالعلم والدين فذلك جائز وهل هو جائز بلا كراهة أو بكراهة تنزيه اقتضى كلام الغزالي في الإحياء الثاني ومراده في القبول في الهدية وهو صحيح لأنه قد يكون أكل بعلمه أو دينه أما الباذل فلا يكره له ذلك وإن كان جاهه بأمر دنيوي فإن لم يكن ولاية بل كان له وجاهة بمال أو صلة عند الأكابر ويقدر على نفعه فهذا لا يكره الإهداء إليه لهذا الغرض وأما قبوله فهو أقل كراهة من الذي قبله بل لا تظهر فيه كراهة لأنه لم يأكل بعلمه ولا دينه وإنما هو أمر دنيوي ولم يخرج من حد الهدية فلا كراهة


"Taqiyyudin as-Subki berkata : Pemberian hadiah tidak memiliki tujuan utama selain untuk meraih simpati, sedang suap ditujukan untuk mencapai ketetapan hukum tertentu dan tak peduli akan mendapat simpati ataupun tidak.


Jika kau membantah : Logikanya yang namanya mencari simpati itu dikarenakan ada kepentingan (pamrih) tertentu, sedangkan murni mencari simpati tanpa ada kepentingan itu tidak logis.


Aku jawab: Benar, hanya saja simpati dicari lantaran beberapa faktor. Di antaranya, bila faktor itu karena ada keperluan tertentu, kasus hukum misalnya, lalu kita tahu bahwa yang menjadi motif utama adalah keperluan itu dan simpati hanya menjadi batu loncatan bukan tujuan, dengan pertimbangan sekira keperluan itu bisa terkuak sendiri niscaya tidak akan peduli lagi dengan cara semula, maka yang seperti ini masuk dalam kategori suap.


Bila faktor itu dikarenakan ada keperluan secara umum, yang adakalanya bersifat ukhrawi seperti menjalin ikatan persaudaraan, kasih sayang karena Allah, ataupun pahala ukhrawi, serta yang semacamnya baik lantaran unsur alim ataupun shalihnya orang yang diberi, maka keperluan yang semacam itu dianjurkan oleh syariat, dan pemberian hadiahnya juga dianjurkan.


Bila keperluan itu bersifat duniawi, seperti dijadikan sarana memenuhi keperluan secara umum, di mana orang yang dibutuhkan simpatinya punya kedudukan tertentu dan kedudukannya itu:


- Jika lantaran ilmu dan agama maka hukum pemberiannya diperbolehkan. Apakah boleh di sini dalam kerangka mubah atau makruh? Keterangan al-Ghazali dalam Ihya mengarah pada hukum yang kedua (makruh). Yang dikehendaki al-Ghazali dengan makruh adalah pada penerimaan hadiah itu, dan memang demikian, mengingat hadiah yang digunakan itu bisa dimungkinkan diberi lantaran sifat alim atau shalih pada dirinya (sementara dia belum tentu alim atau shalih, pen). Sedangkan bagi orang yang memberi hadiah hukumnya tidak makruh.


- Jika lantaran perkara duniawi, dan bukan punya kedudukan karena punya semacam kekuasaan, melainkan karena banyak harta ataupun banyak relasi dengan para tokoh sehingga orang itu dianggap berguna, maka pemberian hadiah karena motif semacam ini tidak makruh. Menerima hadiahnya juga lebih sedikit kadar makruhnya dibanding situasi sebelumnya (kedudukan lantaran ilmu dan agama, pen). Bahkan boleh jadi dibilang tidak maruh sebab dia tidak mempergunakan hadiah itu dengan dilatar belakangi ilmu atau agama, melainkan karena perkara duniawi semata serta tidak keluar dari definisi hadiah. Dari sini bisa dipahami bila dikatakan menerima hadiahnya itu tidak makruh." (Ittihaf as-Sadat al-Muttaqin, 6/160).


Illat Pamrih Yang Boleh dan Yang Dilarang Dalam Hadiah dan Risywah


وفي فصل المقال للتقي السبكي فإن قلت فمن ليس متوليا إذا أهدى اليه ليتحدث له في امر جائز عند ذي سلطان قلت اذا كانت تلك الحاجة جائزة ولم يكن المتحدث مرصدا لإبلاغ مثلها بحيث يجب عليه, فان كان لحديثه فيها أجرة بأن يكون يحتاج الى عمل كثير جاز وإلا فلا. اما الجواز فلأنه اجارة او جعالة واما المنع فلأن الشرع لم يرد بالمعاوضة في هذا النوع وان كان قد قصده العقلاء. وقد بان بهذا الفرق يبن الرشوة والهدية


"Tercantum dalam kitab Fashl al-Maqal karangan Taqiyyudin as-Subuki : Jika kau bertanya: Lalu bagaimana pada orang yang bukan penguasa, ketika dia diberi hadiah sesuatu agar mau menyampaikan urusan yang sifatnya mubah di sisi sulthan ?


Aku jawab : Jika keperluan itu memang bersifat mubah dan dia bukan berprofesi tetap sebagai penghubung urusan semacam itu, maka hal itu diperbolehkan bila kinerjanya pantas diberi upah semisal harus dilalui dengan banyak usaha, bila tidak demikian maka tidak diperbolehkan.


Diperbolehkan karena hadiah itu diberlakukan sebagai upah ijarah maupun ju'alah. Dan dilarang karena dalam syariat tidak ditemui konsep timbal balik harta dengan bentuk semacam ini" (Ittihaf as-Sadat al-Muttaqin, 6/158).


- Asas Prinsipil Hadiah dan Risywah


وايضا لما كان المتوصل اليه بالهدية محبوبا في الشرع كان هو المعتبر في التسمية ولم ينظر الي السبب ولما كان المتوصل اليه بالرشوة حراما في الشرع لم يعتبر, وانما أعتبر في التسمية السبب فقط لأنه لم يقصد الراشي والمسترشي غيره, فكانت تسمية كل منهما باعتبار مقصد فاعلمهما


"Di samping itu, mengingat muara pemberian hadiah adalah pada hal yang sudah dilegitimasi sebagai anjuran oleh syariat maka poin anjuran ini yang menjadi tolak ukur penamaan hadiah tanpa perlu melihat pada motif pemberiannya. Kemudian mengingat muara pemberian suap berkisar pada hal yang diharamkan syariat maka keharaman ini tidak menjadi standar penyebutan suap, melainkan tolak ukurnya perlu dilihat secara spesifik pada motif pemberian tersebut, sebab tujuan penyuap dan orang yang disuap selalu bermuara pada hal yang diharamkan. Jadi standar penyebutan istilah hadiah atau suap dilihat dari tujuan di dalamnya. Cermatilah." (Ittihaf as-Sadat al-Muttaqin, 6/160).


* Status suap cukup dengan melihat qarinah


وَلَوْ أَهْدَى لِمَنْ خَلَّصَهُ مِنْ ظَالِمٍ لِئَلَّا يَنْقُضَ مَا فَعَلَهُ لَمْ يَحِلَّ لَهُ قَبُولُهُ وَإِلَّا حَلَّ أَيْ : وَإِنْ تَعَيَّنَ عَلَيْهِ تَخْلِيصُهُ بِنَاءً عَلَى الْأَصَحِّ أَنَّهُ يَجُوزُ أَخْذُ الْعِوَضِ عَلَى الْوَاجِبِ الْعَيْنِيِّ إذَا كَانَ فِيهِ كُلْفَةٌ خِلَافًا لِمَا يُوهِمُهُ كَلَامُ الْأَذْرَعِيِّ وَغَيْرِهِ هُنَا ، وَلَوْ قَالَ خُذْ هَذَا وَاشْتَرِ لَك بِهِ كَذَا تَعَيَّنَ مَا لَمْ يُرِدْ التَّبَسُّطَ أَيْ : أَوْ تَدُلَّ قَرِينَةُ حَالِهِ عَلَيْهِ كَمَا مَرَّ ؛ لِأَنَّ الْقَرِينَةَ مُحَكَّمَةٌ هُنَا


"Jika seseorang memberikan hadiah pada orang lain yang menolong dirinya dari orang zhalim agar orang itu tidak mengurungkan pertolongannya, maka pemberian itu tidak boleh diterima. Bila bukan demikian maka boleh diterima, yakni meskipun orang itu menjadi pelaku tunggal yang diwajibkan menolong, berpegang pada qaul ashah yang menyatakan boleh mengambil imbalan atas amaliyah wajib 'ain yang butuh kerja keras. Hal ini berbeda dengan pendapat al-Adzra'i dan lainnya.


Umpama ada orang berkata: Ambillah dan belilah barang itu dengan uang ini, maka menjadi wajib bagi yang diberi untuk memenuhi selama tidak ada kehendak keleluasaan tasharruf dari pemberi, atau tidak ada qarinah yang menunjukkannya, sebab qarinah dalam konsep hadiah bisa diberlakukan sebagai kepastian." (Tuhfatul Muhtaj, 26/205).


Syarat suap yang diperbolehkan


فمن اعطى قاضيا أوحاكما رشوة أو أهدى اليه هدية فان كان ليحكم له بباطل أو ليتوصل بها لنيل مالا يستحقه أو لأذية مسلم فسق الراشى والمهدى بالإعطاء والمرتشى والمهدى اليه بالاخذ والرائش بالسعى , وان لم يقع حكم منه بعد ذلك أو ليحكم له بحق أو لدفع ظلم أو لينال ما يستحقه فسق الآخذ فقط ولم يأثم المعطى لاضطراره للتوصل لحق بأى طريق كان


"Bagi orang yang memberikan suap atau hadiah pada qadhi atau hakim, bila ternyata diberikan untuk menghukumi secara bathil, atau sebagai sarana meraih sesuatu yang bukan haknya, atau berakibat menyakiti seorang muslim, maka penyuap dan pemberi hadiah menjadi fasiq sebab pemberiannya, orang yang disuap dan orang yang diberi menjadi fasiq sebab mengambilnya, serta kurir penyuap menjadi fasiq sebab perbuatannya.


Bila hukum di atas tidak terjadi, atau agar pemberi mendapatkan hukum yang benar, atau untuk menolak kezhaliman, atau untuk mendapatkan haknya maka hukum fasiq hanya berlaku pada orang mengambil pemberian itu. Pemberi tidak dianggap berdosa karena dia terpaksa melakukan hal itu sebagai sarana memperoleh hal yang benar dengan segala upaya." (Is'adur Rafiq, hlm 100).


والمراد بالرشوة التي ذكرناها ما يعطى لدفع حق أو لتحصيل باطل وإن أعطيت للتوصل إلى الحكم بحق فالتحريم على من يأخذها كذلك وأما من لم يعطها فإن لم يقدر على الوصول إلى حقه إلا بذلك جاز وإن قدر إلى الوصول إليه بدونه لم يجز


"Yang dimaksud dengan suap yang kita perbincangkan ini yaitu harta benda yang diberikan untuk menolak kebenaran atau mencapai hal yang bathil. Bila harta itu diberikan sebagai sarana mendapatkan hukum yang benar maka hukum haram hanya bagi yang mengambilnya. Sedangkan ketika orang itu belum memberikannya, ketika haknya tidak bisa dicapai selain dengan cara suap itu maka boleh memberikan harta tersebut, ketika masih bisa mendapatkan haknya dengan cara lain maka tidak diperbolehkan." (Fatawa as-Subki, 1/204).


* Dalil berkaitan politik uang dalam pemilihan pemimpin


- Hadits larangan suap pada pemilihan pejabat


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ : رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالطَّرِيْقِ يَمْنَعُ مِنْهُ ابْنَ السَّبِيْلِ ، وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلاَّ لِدُنْيَاهُ ، إِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيْدُ وَفَى لَهُ ، وَإِلاَّ لمَ ْيَفِ لَهُ ، وَرَجُلٌ بَايَعَ رَجُلاً بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ ، فَحَلَفَ بِاللهِ لَقَدْ أُعْطِيَ بِهَا كَذَا وَكَذَا ، فَصَدَّقَهُ فَأَخَذَهَا ، وَلَمْ يُعْطَ بِهَا


"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga orang yang tidak akan diajak berbicara oleh Allah kelak pada hari kiamat, Allah tidak mensucikan mereka dan mereka akan memperoleh siksa yang pedih. Pertama, orang yang memiliki air berlebih dalam perjalanan dan tidak mau memberikannya kepada musafir. Kedua, laki-laki yang membai'at seorang pemimpin hanya karena faktor duniawi. Apabila pemimpin itu memberinya, ia akan memenuhi pembai'atannya, tetapi apabila tidak diberi, dia tidak akan memenuhinya. Dan ketiga, orang yang menawarkan dagangannya kepada orang lain sesudah waktu ashar, lalu dia bersumpah bahwa barang dagangan itu telah ditawar sekian dan sekian oleh orang lain, lalu pembeli mempercayainya dan membelinya, padahal sebenarnya barang itu belum pernah ditawar". (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasai, Baehaqi, Ibnu Jarir, dan Abdur Razak, lafazh dari Bukhari).


- Pengecualian pada hadits


(فإن تعين على شخص) بأن لم يتعدد الصالح له في الناحية (لزمه) قبوله إن وله الإمام ابتداء ولزمه (طلبه) إن لم يوله الإمام ابتداء, ولو على عدم الإجابة, ولو ببذل مال كثير وإن حرم اخذه منه. فالإعطاء جائز والأخذ حرام


"[Jika kedudukan qadhi hanya mampu disandang orang tertentu] ketika tidak banyak dijumpai orang shalih di daerah itu [maka wajib baginya] untuk menerima ketika imam melantiknya serta wajib baginya [untuk menuntut jabatan itu] ketika imam tidak menunjuknya, meski tuntutannya akan berujung pada penolakan, walau harus dicapai dengan memberikan banyak harta, meski nantinya harta itu haram diambil oleh orang lain. Hukum memberikannya mubah dan hukum mengambilnya haram." (Tausyikh 'ala Ibni Qasim, hlm 279).


- Pendalaman materi berkaitan


Hasil bahtsu masail PWNU Jatim 2005 pada deskripsi: Pilkada dan Batas Money Politic


Hasil bahtsu masail PWNU Jatim 2008 pada deskripsi: Legitimasi Pemerintah Dalam Pemilu


MENYIMPULKAN


1.Prinsip dasar perbedaan suap dan hadiah terletak pada haram dan tidaknya konsekuensi dari pemberian barang tersebut.


2.Suatu pemberian akan dikategorikan hadiah bila: untuk mendapat pahala, untuk meraih simpati, untuk mendapat imbalan materi (hadiah bi tsawab), untuk upah dari amaliyah yang patut diberi upah, atau tidak punya motif melainkan ikhlas lillahi ta'ala.


3.Suatu pemberian akan dikategorikan suap bila: untuk menetapkan hukum yang tidak benar, untuk lepas dari hukum yang benar, untuk perantara mencapai kepentingan yang haram, untuk upah dari amaliyah yang tidak pantas diberi upah yakni pada amaliyah yang tidak pantas dinilai materi (karena sudah menjadi kewajiban atau tidak ada banyak usaha atau kerja keras di dalamnya).


4.Pemberian diketahui sebagai suap lewat bukti langsung atau dengan dugaan (zhan) qarinah yang mengarah ke suap.


5.Pemberian harta agar memilih kandidat yang bersangkutan termasuk suap sesuai dengan nash sharih hadits.


6.Suap karena dharurat diperbolehkan bagi pemberi bila memenuhi sejumlah ketentuan: dalam rangka menegakkan hukum yang benar, yang bersangkutan adalah orang yang berhak, tidak menyakiti atau merugikan muslim lain yang juga berhak, serta tidak ada jalan lain mencapai haknya selain dengan menyuap.


7.Dalam prosesi pemilihan pemimpin konsep suap karena dharurat juga bisa diberlakukan dengan tiga persyaratan utama: kandidat memang layak menjadi pemimpin, tidak ada figur kandidat lain yang layak, serta money politic di daerah tersebut sudah sangat parah sehingga bila tidak menyuap tidak akan menang.


8.Prosesi pemilihan yang dicampuri suap, meskipun suap darurat, tetap termasuk dalam khitab hadits yang melarang suap dalam pemilihan imam, sehingga amaliyahnya fasid, dan konsepsi pemerintahan berjalan secara dzu syaukah.