Senin, 20 Februari 2023

POLEMIK KITAB WASHIYATUL MUSHTHAFA

Oleh: Tebuireng Online [Sutan]


Sebagai pilar kedua penyangga agama Islam, tidak heran hadits mendapat perhatian yang cukup besar dari kalangan umat Islam. 


Di Nusantara sendiri, kajian hadits dimulai pada abad ke-17 M, dengan ditandai oleh munculnya sebuah Kitab yang ditulis oleh Nuruddin Ar-Raniri dengan Judul *Hidayah al-ḥabib fi Targib wa al-Tarhib*. 


Munculnya kitab ini seolah menjadi pita start bagi munculnya kajian Kitab Hadits yang lain.


Kitab Washiyatul Mushthafa adalah satu satunya sebuah kitab ringkas yang berisikan washiyat Nabi Muhammad SAW kepada Sayyiduna Ali bin Abi Thalib. 


Kitab ini cukup digandrungi oleh muslim Indonesia karena memuat hadits-hadits yang ringkas dengan bahasa yang mudah dipahami. 


Hal ini dapat dilihat dengan dijadikannya kitab Washiyatul Mushthafa menjadi mata pelajaran di pesantren-pesantren dan banyak bertebarannya pengajian virtual Washiyatul Mushthafa di media sosial.


Namun di balik ketenarannya, kitab Washiyatul Mushthafa menyimpan beberapa polemik. Tercatat ada 109 hadits dalam kitab ini disajikan tanpa disertai dengan sanad. 


Dalam kajian ilmu hadits, sanad merupakan satu barometer penting untuk menentukan apakah suatu hadits dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. 


Dengan tidak dicantumkannya sanad, bukanlah hal yang mudah untuk mengidentifikasi kebenaran hadits-hadits yang termuat dalam kitab tersebut.


Selain polemik sanad, sampai saat ini pengarang dari kitab Washiyatul Mushthafa juga belum diketahui secara pasti. 


Dalam beberapa cetakan Indonesia, seperti cetakan Haramain, kitab Washiyatul Mushthafa berada di catatan kaki kitab Minahus Saniyah yang merupakan karangan Imam Sya’rani. 

Dengan dicantumkannya kitab Washiyatul Mushthafa di catatan kaki Minahus Saniyah muncul anggapan bahwa kitab Washiyatul Mushthafa juga termasuk karangan dari Imam Sya’rani. 


*"Namun apakah benar demikian...?"*


*🔰 STATUS HADITS² WASHIYATUL MUSHTHAFA*


Setelah mencari menggunakan Jawāmi’ al-Kalim versi 4,5, Maktabah Syamilah versi 2.11. Penulis sama sekali tidak menemukan hadits Washiyatul Mushthafa di kitab-kitab induk hadits (al-Kutub al-Asliyah).  


Imam al-Ajluni dalam Kasful Khafa mengatakan bahwa mayoritas hadits-hadits Rasulullah kepada Sayyiduna Ali adalah palsu. 


Imam as-Saghani dan Imam Suyuthi juga turut mengamini hal tersebut. Orang yang tedeteksi memalsukan hadits-hadits tersebut adalah: *Hammad bin Amr an-Nasibi.* [1]


Bahkan lebih jauh lagi, Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah secara ekplisit mengkritik keras Kitab Washiyatul Mushthafa.


*أما هذه الوصايا المنسوبة لسيدنا علي رضي الله عنه، والمكذوبة على رسول الله صلى الله عليه وسلم، فهي مطبوعة أكثر من مرة، ولا تزال تطبع وتباع، ويتداولها المغفلون، فكاذبها آثم ملعون، وطابعها آثم ملعون، وبائعها آثم ملعون، ومصدقها آثم ملعون، قبح الله من لا يغار على دينه وإسلامه وعقله.*



“Adapun wasiyat-wasiyat yang dinisbatkan kepada Sayyiduna Ali RA dan kebohongan kepada Rasulullah SAW telah dicetak lebih dari sekali, dan sampai sekarang masih dicetak, dijual dan diedarkan oleh orang-orang yang lalai. 


Yang berdusta berdosa dan dilaknat, yang mencetak berdosa dan dilaknat, yang menjual berdosa dan dilaknat, dan yang membenarkan berdosa dan dilaknat. Semoga Allah membuat buruk orang-orang yang tidak memiliki kecemburuan terhadap agama, Islam, dan akalnya”.[2]


*"Apakah Kitab Washiyatul Mushthafa Gubahan Imam Sya’rani...?"*


Telah penulis singgung bahwa Kitab Washiyatul Mushthafa diklaim oleh beberapa pihak merupakan karangan Imam Sya’rani. 


Klaim tersebut muncul dari beberapa percetakan Indonesia yang meletakkan Kitab Wasiyatul Mustafa di Hamisy (catatan kaki) kitab Minahus Saniyah yang merupakan salah satu karangan Imam Sya’rani.


Muhammad Muhyiddin al-Maliji Penulis Biografi Imam Sya’rani menuturkan bahwa di samping dikenal dengan ilmu tasawufnya, Imam Sya’rani juga merupakan pakar dalam Ilmu Hadits. 


Lantas saat melihat fakta bahwa kitab Washiyatul Mushthafa merupakan hadits maudhu’ yang dibuat oleh Hammad bin Amr an-Nasibi, apakah klaim penisbatan kitab ini kepada Imam Sya’rani yang notabene adalah Ahli Hadis masih dapat diterima...?


Dalam kitabnya, Muhammad Muhyiddin al-Maliji juga menyebutkan kurang lebih 100 judul kitab karangan Imam as-Sya’rani. 

Kitab Minahus Saniyah termasuk di dalamnya. Namun al-Maliji sama sekali tidak menyebut bahwa Washiyat al-Mushthafa merupakan salah satu karangan dari Imam Sya’rani.[3]


*MENGAJI HADITS MAUDHU' MENURUT Hadlratusy Syaikh KH. Hasyim Asyari*


Sebagai Ulama' Ahli Hadits, Hadlratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari sangat mewanti-wanti kaum muslimin dalam menerima sebuah hadits. 


Di Tebuireng sendiri, Hadlratusy Syaikh melarang pengajian kitab yang berisikan hadits-hadits maudhu’ seperti kitab:

Tanbihul Ghafilin dan Durratun Nasikhin. 


Namun Beliau tidak melarang secara mutlak. Kitab-kitab tersebut boleh diajarkan hanya oleh orang-orang yang paham betul dengan ilmu hadits sehingga dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat akan kualitas hadits-hadits tersebut.


*والله اعلم بالصواب*


FOOTNOTE:


[1] Lihat Tadzkirah al-Huffadz Imam Fatani, 8.


[2] Lihat Tahqiq Kitab al-Mashnu’ karangan Imam Mulla Ali al-Qari, hlm 17.


[3] Lihat Manaqib Imam Sya’rani Karangan Muhammad Muhyiddin al-Maliji, hlm 67.


*Alumni Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng* 

0 komentar:

Posting Komentar